MEDAN, iNewsMedan.id - Guna menguatkan satu data di sektor pertambangan dan energi, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menggelar Focus Group Discussion (FGD) Satu Data Pertambangan dan Energi 2023 dengan tema Kolaborasi Mewujudkan Satu Data Pertambangan dan Energi yang Berkualitas untuk Indonesia Maju, di Cambridge Hotel, Medan, Rabu (16/8/2023).
Kepala BPS Sumut, Nurul Hasanudin menuturkan, data pertambangan dan energi bukan hal baru bagi BPS. Maka itu, diperlukan dalam menyiapkan data pendukung untuk menghitung PDRB.
"Kegiatan ini sesungguhnya menguatkan agar Satu Data Pertambangan dan Energi dan harapannya satu data. Karena adanya perbedaan antara dinas, BPS, asosiasi, BUMN. Sehingga nanti menjadi satu. Tidak bingung harus memilih data yang mana," ujarnya.
Hasan menjelaskan, angka PDRB dihitung dari satu wilayah makanya harusnya datanya sama.
"Ini merupakan upaya kita menyamakan dengan standarisasi yang jelas. BPS memang punya metodologi dan barangkali mereka juga punya sumber data yang mungkin tidak diketahui oleh BPS. Makanya diharapkan melalui FGD ini, BPS bisa mendapatkan itu. Supaya memperkaya, melengkapi dan menyempurnakan data yang sudah ada. Apalagi kan di Sumut ada pertambangan emas, geotermal, ada juga penggalian hingga listrik. Itu semua data yang harus ditangkap supaya nanti angka PDRB nya berkualitas," jelasnya.
Data yang beragam dari pihak-pihak terkait sangat mempengaruhi terhadap perhitungan PDRB.
"Apalagi data dengan standar yang berbeda itu pada akhirnya akan membuat kita sulit menentukan mana yang tepat. Makanya BPS ingin menyamakan standarnya di seluruh Indonesia. Makanya hari ini kita undang juga dari pusat. Jadi nanti jika ada hasil diskusi yang bagus akan dibawa ke pusat untuk disempurnakan dan kemudian di deliver lagi ke seluruh indonesia," ungkap Hasan.
Selama ini memang masih banyak tantangan untuk menembus sumber data. Karena itu, jika sudah terbangun komunikasi di high level-nya, yang di bawahnya akan tinggal terima yang sudah final.
"Itu akan jadi standar kan. Tidak beda-beda. Saya contohkan. Data Pertamina. Itu kan migas. Jadi ketika sudah pakai data Pertamina, maka daerah tidak perlu lagi mendata karena datanya sudah didapat di pusat. Jadi kita tinggal olah data per daerah masing-masing," sebutnya.
Apalagi, sejauh ini untuk data sektor pertambangan dan energi yang dari BUMN masih lebih mudah didapatkan. Tapi berbeda dengan swasta. Untuk swasta ini butuh literasi karena mereka berorientasi bisnis jadi sedikit sulit. Padahal data itu sangat diperlukan karena untuk perencanaan pembangunan.
"Perencanaan itu kan juga berdampak ke swasta dan masyarakat umum. Makanya kalau mereka peduli dengan literasi statistik yang bertumbuh, mudah-mudahan ada support untuk kita," katanya.
Sejauh ini data pertambangan yang sulit itu menyangkut produksi dan pendapatan. "Makanya yang datanya agak-agak macet, kita ada pendekatan. Bagaimana dia laporan publik-nya. Dari konteks inilah BPS masuk kalau aspek-aspek yang sulit terbuka. Biasanya memang ada hubungannya dengan pajak. Juga aspek laporan akuntabilitas, antara pusat dari daerah. Tapi melalui FGD ini, kita harap hal-hal itu akan ada solusinya," ujar Hasan.
Lebih lanjut, Statistisi Ahli Madya Sub Direktorat Statistik Pertambangan dan Energi Direktorat Statistik Industri BPS RI, Wahyu Indarto menuturkan, data yang diambil sebenarnya bukan hanya untuk pemerintah. Tapi karena ada juga yang minta dari luar negeri.
Namun selain itu, manfaat data ini disampaikan secara terbuka tentu karena di era ini semua negara-negara maju kalau dia ingin menginvestasikan dananya, harus tahu kondisi negara tersebut.
"Data ini memberikan gambaran kepada mereka. Jadi penting bagi para investor karena ini potret bagaimana sektor pertambangan dan energi. Untuk kita pun, ini tentu sangat penting. Karena ini pada akhirnya akan mendorong perekonomian karena menyerap tenaga kerja dan lainnya," ujarnya.
Kepala Bidang Energi dan Ketenagalistrikan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral Sumut, Karlo Purba, menambahkan, memang keberagaman data ini masih menjadi masalah.
"Setiap kebijakan itu kan harus berdasarkan data. Makanya harus ada keselarasan data. Berharap BPS jadi jurinya. Jadi nanti kami tinggal pakai BPS saja. Jika diperlukan, kami pun siap bekerjasama dan memfasilitasi dengan pelaku usaha yang memiliki izin," pungkasnya.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait