MEDAN, iNewsMedan.id - Bank Sentral AS atau The FED yang tetap akan menaikkan bunga acuan, meskipun ditentang oleh kalangan politisi dan masyarakat di AS. Pernyataan tersebut membuat investor di pasar keuangan global resah. Bahkan skenario terburuk kenaikan bunga acuan Bank Sentral AS bisa parkir di angka 6 persen untuk waktu yang sangat lama kian mencuat.
Bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rencana The FED tersebut tentunya kian menegaskan bahwa kenaikan bunga acuan di tanah air masih akan berlanjut nantinya. Bahkan, kenaikan bunga acuan tersebut akan membuat biaya modal emiten yang melantai di bursa maupun perusahaan pada umumnya meningkat. Ditambah lagi, IMF terus memotong perkiraan pertumbuhan ekonomi di banyak Negara, dan menegaskan bahwa resesi bagi sepertiga Negara di dunia ini akan terjadi.
"Guncangan ekonomi dalam bentuk resesi atau perlambatan ekonomi tentunya kian mempertegas bahwa akan ada banyak emiten yang kinerjanya bermasalah. IHSG sendiri selama sepekan ini mencatatkan penurunan beruntun selama tiga hari berturut-turut. Pada hari ini IHSG melemah 0.57 persen di level 6.584,45," kata Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin di Medan, Rabu (11/1/2023).
Gunawan menjelaskan, IHSG masih tertahan oleh level support 6.568 yang sejauh ini masih mampu menjadi bumper. Namun, resesi global yang dipastikan akan terjadi di tahun ini, tentunya menyisahkan kemungkinan buruk bahwa pasar saham berpeluang untuk melanjutkan terkoreksi. Tidak mungkin mengharapkan IHSG bertahan, sementara emiten yang didalamnya justru kinerjanya tertekan.
Sehingga wajar pasar saham mengalami tekanan ditengah ancaman resesi saat ini. Meskipun IHSG terkesan bergerak anomaly dibandingkan dengan bursa di asia. Namun anomali pada IHSG juga sempat terjadi (2022) manakala tekanan bursa di regional asia begitu besar, namuan IHSG justru masih mampu bertahan di zona hijau.
Editor : Jafar Sembiring
Artikel Terkait