Penanaman Ratusan Ribu Batang Mangrove di Labura Tidak Sesuai Harapan

SUMUT, iNews.id - Masyarakat di Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara menilai program penanaman bibit mangrove melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berjumlah ratusan ribu batang di atas lahan seluas puluhan hektar di tiga wilayah tak berjalan sesuai harapan. Masyarakat pun menduga program itu terindikasi korupsi lantaran bibit mangrove dalam kondisi yang tak terawat.
Diketahui, program rehabilitasi restorasi gambut dan mangrove itu berada di tiga desa, yakni Desa Sei Apung, Desa Teluk Piai, dan Kelurahan Kampung Mesjid, Kecamatan Kualuh Hilir.
Masyarakat mengeluhkan penanaman bibit yang berada di Kampung Masjid. Di mana, bibit-bibit mangrove yang sempat di tanam oleh Kelompok Tani Hutan yang diketuai SAS, pada Agustus 2021 lalu, kini dalam kondisi tak terurus. Senin, (9/5/2022).
Selain itu, di lokasi lainnya, masyarakat juga mengeluhkan penanaman bibit di Desa Sei Apung dan Desa Teluk Piai, dengan kondisi bahkan lebih parah dan nyaris tak terlihat adanya bibit-bibit mangrove yang tumbuh di pingir laut. Masyarakat menilai, tempat itu seperti lepas dari pengawasan dan juga perhatian, baik dari instansi pihak kementerian terkait maupun kelompok tani yang bertanggung jawab.
Masyarakat menyesalkan, padahal, kegiatan Padat Karya Penanaman Mangrove (PKPM) Tahun 2020 itu merupakan agenda pemerintah menggunakan APBN untuk Penyelamatan Ekonomi Nasional (PEN) dalam rangka pemulihan ekonomi masyarakat ditengah badai pandemi Covid-19.
Salah seorang warga, berinisial FH menyebut, bahwa para pelaku penanaman bibit mangrove tak menjalankan program sesuai peraturan dan anggaran yang sudah ditetapkan. Bahkan, kata dia, kegiatan itu pun diduga terindikasi korupsi.
FH menambahkan, kegiatan penanaman bibit mangrove itu juga terkesan semrawu dan pengerjaanya tidak sesuai dengan jumlah bibit dan luas lahan yang telah ditentukan.
Senada dengan itu, warga lainnya berinisial AR menjelaskan, lahan yang seharusnya di tanami mangrove sekitar 130 ribu batang bibit di atas lahan seluas 30 hektar diduga tidak sepenuhnya dikerjakan dengan berbagai alasan. Padahal, ujar AR, anggaran digelontorkan cukup besar, yakni sekitar Rp400 juta lebih, khususnya di Kelurahan Kampung Masjid.
"Bahkan, bisa dipastikan usai penanaman, hingga kini kelompok tani hutan yang seharusnya bertanggung jawab penuh agar mangrove dapat tumbuh kembang dengan baik satupun tidak pernah terlihat batang hidungnya melihat ke lokasi. Padahal yang kita ketahui tujuan tanaman mangrove itu untuk mencegah abrasi, meningkatkan hasil laut dan ekowisata bagi masyarakat sekitar," ungkapnya.
AR juga menyampaikan, banyak anggota kelompok tani yang menerima gaji setiap bulannya, namun tidak pernah ikut bekerja dan turun ke lokasi penanaman bibit.
"Banyak juga itu yang menerima gaji setiap bulannya masuk ke rekening masing-masing anggota, tapi tak pernah ikut kerja dan turun kelapangan saat proses penanaman berlangsung," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani, SAS, saat dihubungi melalui saluran udara menyebutkan, dari luas 30 hektar, jumlah lahan yang digunakan hanya 29 hektare untuk penanaman bibit mangrove.
SAS juga mengaku tidak pernah melakukan perawatan atau jarang meninjau ke lokasi penanaman bibit lantaran anggaran yang terbatas.
"Kayak mana mau perawatan tak ada uang perawatan bang. Untuk bibit yang ditanam kemarin memang banyak yang hidup ada juga yang mati. bibit mati yang memang ada karna disitu letak arus laut," jelasnya.
Editor : Odi Siregar