Wali Kota Medan: Merdang Merdem Wajib Libatkan UMKM, Simbol Kekuatan Kota yang Majemuk

MEDAN, iNewsMedan.id - Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, mengajak seluruh lapisan masyarakat, dari berbagai suku, untuk menyemarakkan Festival Merdang Merdem yang akan digelar di Lapangan Merdeka pada November mendatang. Menurutnya, perayaan adat masyarakat Karo ini harus menjadi simbol keberagaman dan sekaligus membuka ruang bagi pertumbuhan ekonomi lokal.
Pernyataan ini disampaikan Rico setelah berdiskusi santai dengan musisi Karo, Jacky Raju Sembiring, di Rumah Dinas Wali Kota Medan, Jumat (17/10/2025).
Rico menyatakan, Merdang Merdem bukan hanya sekadar pesta rakyat, melainkan pernyataan kultural tentang syukur, kebersamaan, dan identitas kota yang majemuk.
“Suku Karo harus berbahagia bersama, guyub dengan masyarakat Kota Medan dari berbagai suku. Semua harus ikut menyemarakkan,” ujar Rico.
Ia secara khusus menekankan agar perayaan ini dimanfaatkan untuk mendorong geliat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Wali Kota Medan ingin Merdang Merdem menjadi wadah bagi seluruh potensi masyarakat Karo.
“UMKM harus dilibatkan. Stand minyak Karo mesti ada, desainer Karo bisa ikut. Semua yang dimiliki masyarakat Karo, mulai seni, kopi, buah, sampai kerajinan harus tampil,” tegasnya.
Menurut Rico, Merdang Merdem adalah wujud nyata cinta pada akar budaya dan bukti bahwa masyarakat Karo harus tetap eksis di Medan.
Sementara itu, Ketua Umum Panitia Festival Merdang Merdem, Edy Eka Suranta S. Meliala, menjelaskan bahwa perayaan tahun ini direncanakan berlangsung selama dua hari.
“Hari pertama diisi kegiatan sosial, hari kedua pesta rakyat. Akan ada hiburan musik, penampilan artis ibu kota, dan orkestra Kulcapi Karo,” kata Edy.
Merdang Merdem, yang dulunya merupakan tradisi ungkapan syukur atas hasil panen dan doa bagi musim tanam, kini di tengah kota besar seperti Medan telah menjelma menjadi ruang nostalgia dan solidaritas. Wali Kota Medan Rico melihat kekuatan Kota Medan terletak pada kemampuannya merayakan masa depan tanpa kehilangan akar budayanya.
Editor : Jafar Sembiring