Sumatera Utara Masuk Daftar Enam Provinsi dengan Jumlah Balita Stunting Terbanyak di Indonesia

JAKARTA, iNewsMedan.id- Sumatera Utara mencatatkan sebanyak 316.456 balita stunting, menjadikannya sebagai salah satu dari enam provinsi dengan jumlah kasus tertinggi di Indonesia berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Provinsi lain dalam daftar tersebut adalah Jawa Barat (638.000), Jawa Tengah (485.893), Jawa Timur (430.780), Nusa Tenggara Timur (214.143), dan Banten (209.600).
Data ini disampaikan dalam kegiatan diseminasi SSGI 2024 yang digelar luring di Auditorium Siwabessy, Gedung Kemenkes, Senin (26/5/2025). Survei yang menjadi rujukan utama percepatan penurunan stunting ini mencatat bahwa prevalensi stunting nasional turun dari 21,5% pada 2023 menjadi 19,8% pada 2024.
Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menegaskan bahwa upaya menurunkan prevalensi stunting secara nasional menjadi 14,2% pada 2029 tetap menjadi prioritas, sebagaimana ditetapkan dalam RPJMN.
“Target ini tidak mudah, tapi cukup menantang untuk dikejar. Dari angka 21,5% di 2023, kita harus turun ke 14,2% di 2029, artinya kita harus menurunkan sekitar 7,3% dalam lima tahun,” ujar Menkes Budi.
Ia mengapresiasi kolaborasi lintas kementerian dan lembaga yang berhasil melampaui target 2024 sebesar 0,3%. “Target kita tahun lalu adalah 20,1%, dan alhamdulillah hasil survei menunjukkan 19,8%. Artinya, kita berhasil melampaui target sebesar 0,3%,” ungkapnya.
Meski demikian, Menkes menekankan bahwa tantangan ke depan masih berat, terutama di enam provinsi prioritas tadi. “Kalau enam provinsi ini bisa kita turunkan 10%, maka secara nasional kita bisa turun 4–5%. Karena 50% anak stunting ada di enam daerah ini,” tegasnya.
Strategi penting dalam percepatan penurunan stunting antara lain mencakup intervensi sejak pra-kelahiran, seperti pengukuran lingkar lengan dan kadar hemoglobin (Hb) pada ibu hamil, distribusi tablet tambah darah, dan suplementasi mikronutrien.
“Stunting itu terjadi bukan setelah lahir, tapi bahkan sejak dalam kandungan. Maka intervensi kepada ibu hamil sangat penting. Jangan sampai ibu-ibu hamil kekurangan gizi atau anemia,” jelasnya.
Program penguatan kualitas layanan di Posyandu juga terus dilakukan dengan distribusi 300.000 alat antropometri, didukung oleh program ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan (PMT), dan imunisasi.
“Yuk, jangan lupa, tahun ini target kita 18,8%,” tutup Menkes Budi.
Sementara itu, Kepala BKPK Kemenkes RI, Prof. Asnawi Abdullah, menekankan pentingnya hasil SSGI 2024 sebagai landasan pengambilan kebijakan berbasis data. “Alhamdulillah, SSGI 2024 telah terlaksana dengan sangat baik dan menghasilkan data status gizi mulai dari tingkat nasional hingga kabupaten/kota. Ini menjadi fondasi penting untuk memperkuat kebijakan berbasis data,” ujarnya.
Menurutnya, survei 2024 berhasil mencegah sekitar 337.000 balita dari risiko stunting, melampaui target RPJMN sebesar 325.000 balita. Meski demikian, Prof. Asnawi menyoroti adanya ketimpangan prevalensi antarwilayah dan kelompok sosial ekonomi.
“Prevalensi stunting sangat bervariasi. Misalnya, pada kelompok pendapatan sangat rendah, angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok pendapatan tinggi. Ini menjadi catatan penting untuk penajaman intervensi,” tambahnya.
SSGI 2024 mencakup 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota, dengan dukungan kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, dan mitra internasional seperti WHO, SEAMEO RECFON, dan Prospera.
Seluruh hasil survei telah tersedia dalam bentuk buku dan dapat diakses publik melalui situs resmi BKPK Kemenkes. “Tujuan utama diseminasi ini adalah agar data SSGI dimanfaatkan sebagai dasar perencanaan, evaluasi program, dan identifikasi wilayah prioritas. Semoga hasil ini semakin memperkuat intervensi yang berdampak nyata bagi bangsa,” tutup Prof. Asnawi.
Editor : Ismail