get app
inews
Aa Text
Read Next : BPODT dan Pemprov Sumut Tawarkan Seaplane sebagai Solusi Akses Cepat ke Danau Toba

Telusuri Kearifan Lokal Hutan Kemenyan Taput, Pokja GRK Sumut Bidik Pengurangan Emisi

Jum'at, 16 Mei 2025 | 13:57 WIB
header img
Pokja Penurunan Emisi GRK Provinsi Sumatera Utara melakukan kunjungan lapangan ke Desa Simardangiang, Tapanuli Utara, Jumat (16/5/2025). (Foto: Istimewa)

TAPUT, iNewsMedan.id - Kelompok Kerja Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (Pokja Penurunan Emisi GRK) Provinsi Sumatera Utara melakukan kunjungan lapangan ke Desa Simardangiang, Kecamatan Pahae Hulu, Kabupaten Tapanuli Utara, pada Jumat (9/5/2025). 

Kunjungan ini bertujuan untuk mempelajari praktik pengelolaan hutan kemenyan secara tradisional oleh masyarakat adat setempat, sekaligus menjajaki potensi implementasi program REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) berbasis komunitas.

Dalam kegiatan ini, Pokja yang dibentuk melalui Surat Keputusan Gubernur Sumut ini didampingi oleh sejumlah ahli, termasuk tenaga ahli REDD+ Sumut Dr. Solichin Manuri dan Sarah Agustiorini, serta akademisi kehutanan dari Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Rahmawaty, Ph. D, dan Dr. Bejo Slamet, M.Si. Kunjungan ini difasilitasi oleh Yayasan Pesona Tropis Alam Indonesia (PETAI), yang berperan sebagai lembaga perantara (lemtara) Program Result-Based Payment (RBP) REDD+ di Sumatera Utara.

Rombongan disambut langsung oleh Kepala Desa Simardangiang, Tampan Sitompul, yang memaparkan bahwa desa seluas sekitar 6.000 hektare ini merupakan salah satu sentra utama penghasil getah haminjon (kemenyan) di Tapanuli. Masyarakat setempat membudidayakan dua jenis kemenyan unggulan, yaitu Haminjon Toba dan Haminjon Gurame, yang menjadi tulang punggung ekonomi bagi hampir seluruh penduduk desa (99% dari 204 KK).

Masyarakat Simardangiang menerapkan sistem agroforestri yang cerdas, mengintegrasikan pohon kemenyan dengan tanaman produktif lainnya seperti petai, kakao, jengkol, dan durian. Meskipun demikian, dalam dua tahun terakhir, produksi durian mengalami penurunan yang belum diketahui penyebabnya.

Praktik penyadapan kemenyan di desa ini dilakukan dengan memperhatikan kriteria tumbuh kembang pohon. Haminjon Toba dipanen antara Mei hingga Juli dan ditandai dengan munculnya bunga, sementara Haminjon Gurame dapat dipanen sepanjang tahun berdasarkan kondisi daunnya. 

"Satu KK bisa memiliki ribuan batang, dan satu pohon menghasilkan sekitar setengah kilogram getah per tahun," jelas Kepala Desa Tampan Sitompul. Getah kemenyan kemudian dijual langsung kepada pengepul di desa dengan harga yang fluktuatif, saat ini sekitar Rp60.000 per kilogram untuk kualitas nomor tiga.

Desa Simardangiang sendiri telah mendapatkan pengakuan resmi sebagai Masyarakat Hukum Adat (MHA) melalui Surat Keputusan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Agustus 2024, setelah sebelumnya ditetapkan melalui Peraturan Daerah oleh Bupati Tapanuli Utara. Proses pengakuan ini didampingi oleh organisasi Gerakan Jaga Indonesia (GJI). Saat ini, satu kelompok MHA di desa tersebut tengah mempersiapkan pembentukan Kelompok Tani Hutan untuk mengelola area hutan adat seluas 2.917 hektare.

Direktur PETAI, Masrizal Saraan, menjelaskan bahwa kunjungan lapangan Pokja Penurunan Emisi GRK ini merupakan langkah awal yang penting dalam menggabungkan kearifan lokal masyarakat adat dengan pendekatan ilmiah. 

"Tentunya dalam upaya menurunkan emisi berbasis lahan secara partisipatif dan berkelanjutan di Sumatera Utara," pungkasnya, menekankan potensi besar praktik tradisional dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Editor : Chris

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut