get app
inews
Aa Text
Read Next : Pembukaan MTQ ke- 58 Kota Medan, Ribuan Peserta Semangat Ikuti Pawai Ta'aruf

Bekiung Bangkit, Supono Gerakkan Desa Jadi Sentra Peternakan Modern

Kamis, 17 April 2025 | 15:31 WIB
header img
Supono sedang menunjukan program YBM BRIlian Medan, Breeding dan Fattening Sapi yang dikelola warga Desa Bekiung Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat. (Foto: iNewsMedan.id/Mayfazri)

LANGKAT, iNewsMedan.id - Di tengah hamparan kebun sawit yang menghijau dan jalanan desa yang ramai oleh geliat para petani dan peternak, Desa Bekiung di Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, tengah mengalami perubahan besar yang perlahan tapi pasti mengubah wajah desa. Dulu, aktivitas warga yang sederhana. Kini, geliat ekonomi mulai terasa, dipicu oleh semangat baru yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri. 

Perjalanan menuju Desa Bekiung dari Kota Medan menempuh jarak sekitar 47 kilometer, sebuah rute yang membawa kita melintasi beragam lanskap dan nuansa khas Sumatera Utara. Dari hiruk-pikuk Kota Medan, kendaraan mulai bergerak keluar menuju kawasan Kabupaten Deli Serdang, di mana pemandangan kota perlahan berganti. Selanjutnya, kita akan melewati Kota Binjai yang menjadi penghubung penting antarwilayah, dengan suasana kota kecil yang ramai namun bersahabat. 

Begitu memasuki wilayah Kabupaten Langkat, suasana pedesaan kian terasa. Semakin jauh meninggalkan pusat kota, jalan mulai dipenuhi pohon-pohon besar dan hamparan kebun sawit yang seolah tak berujung. Jalanan mulai menyempit, berliku, dan sesekali bergelombang, namun di sekelilingnya terhampar keindahan alam yang asri dan udara yang jauh lebih segar di pagi hari. Perjalanan ini bukan sekadar berpindah tempat, tetapi seolah membawa kita masuk ke dalam potret kehidupan desa yang tenang, alami, dan menyimpan banyak potensi, terutama di Desa Bekiung, yang kini mulai bangkit melalui semangat pembangunan dari masyarakatnya sendiri.


Lokasi tempat pembuatan pakan ternak, alat produksi dibantu dari kolaborasi bersama kampus USU. (Foto: iNewsMedan.id/Mayfazri)

Di balik dinamika ini, berdirilah Supono, seorang pria kelahiran 1976, sederhana namun visioner, yang memutuskan kembali pulang ke tanah kelahirannya, berlatar belakang pendidikan Teknik Elektro, Universitas Islam Sumatera Utara (UISU). Kepulangannya bukan sekadar menginjakkan kaki di kampung halaman, tapi membawa misi besar, yakni menumbuhkan kemandirian dan memberdayakan desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bangun Mandiri, sebuah entitas yang kini akrab dikenal warga sebagai motor penggerak ekonomi lokal.

Supono bukanlah sosok pemimpin biasa. Di tangannya, BUMDes Bangun Mandiri menjelma menjadi lebih dari sekadar lembaga ekonomi desa, ia menjadi pusat inovasi, pemberdayaan, dan kebangkitan kolektif masyarakat Desa Bekiung. Kepemimpinannya yang visioner menjadikan BUMDes bukan hanya produktif secara ekonomi, tetapi juga sarat terobosan yang berani dan relevan dengan kebutuhan lokal.

Berbagai prestasi telah ia torehkan, menjadi bukti nyata dari kerja keras dan ketulusan yang ia tanamkan dalam setiap langkah. Pada tahun 2021, BUMDes Bangun Mandiri keluar sebagai Pemenang Utama dalam program Desa BRIlian Batch 2, sebuah capaian bergengsi yang membuka mata banyak pihak terhadap potensi desa kecil di pelosok Langkat ini. Tak berhenti di sana, tahun berikutnya, Desa Bekiung dinobatkan sebagai Desa Terbaik 1 dalam program Deepening Desa BRIlian wilayah Sumatera Utara tahun 2022, pengakuan atas konsistensi dan keberlanjutan program-program pemberdayaan yang dijalankan.

Puncaknya, pada 2024, prestasi kembali diukir di tingkat Regional Office Medan, mempertegas posisi BUMDes Bangun Mandiri sebagai model inspiratif dalam pengelolaan ekonomi desa berbasis partisipasi dan inovasi. Semua itu tak lepas dari tangan dingin Supono, yang memimpin dengan hati, pikiran tajam, dan keberanian untuk terus melangkah maju.

Saat ditemui tim iNewsMedan.id ke Desa Bekiung pada Rabu (16/4/2025), Supono berkisah dengan nada tenang, namun di balik ceritanya tersimpan jejak perjuangan yang tak mudah. Jalan yang ia tempuh untuk membawa BUMDes Bangun Mandiri ke titik pencapaian seperti hari ini bukanlah jalan lurus mulus seperti aspal kota, melainkan jalur berliku yang dipenuhi tantangan, dan keterbatasan.

Ia sangat memahami realitas di lapangan, pada awalnya tujuan dari BUMDes adalah Desa punya usaha sesuai potensi, supaya desa punya penghasilan dalam bentuk Pendapatan Asli Desa (PAD) untuk membiayai kegiatan kegiatan di desa. Dana desa yang menjadi salah satu tulang punggung operasional BUMDes, tidak selalu datang dalam jumlah besar. Terlebih setelah pandemi COVID-19 melanda, prioritas anggaran pun bergeser drastis. Sebagian besar dana desa dialokasikan untuk bantuan sosial seperti BLT demi menopang kehidupan masyarakat yang terdampak. “BUMDes bukan tidak diperhatikan, hanya porsi dananya agak dikurangi,” ucap Supono sambil tersenyum maklum, seolah ingin menunjukkan bahwa ia mengerti, tapi tak ingin berhenti di situ.


Desa Bekiung Mendapatkan Apresiasi Program Deepening Desa BRIlian 2024 Regional Office Medan. (Foto: iNewsMedan.id/Mayfazri)

Alih-alih menunggu dan bergantung pada bantuan pemerintah, Supono memilih jalan lain, ia bergerak. Dengan tekad yang kukuh, ia mulai merintis berbagai kerja sama strategis dengan pihak ketiga mulai dari BRI yang membuka akses pendanaan dan pelatihan, hingga perguruan tinggi yang turut menyumbangkan pemikiran dan pendampingan teknis. Ia juga menjalin sinergi dengan berbagai stakeholder lain, membangun jembatan kepercayaan dan kolaborasi demi satu tujuan besar, yakni menjadikan BUMDes sebagai instrumen nyata untuk perubahan dan kemandirian desa.

Dalam pandangannya, BUMDes adalah manifestasi dari Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014, yang menjadi perwujudan nyata Nawacita Presiden Jokowi, membangun Indonesia dari desa. Supono meyakini bahwa desa harus punya usaha sendiri, berbasis pada potensi lokalnya, agar mampu menghasilkan pendapatan yang bisa digunakan untuk membiayai kegiatan desa dan mensejahterakan masyarakatnya.

Potensi besar itu telah lama tertanam di benak Supono, bahkan sejak masa kecilnya yang ia habiskan di tengah-tengah kehidupan agraris Desa Bekiung. Ia tumbuh dengan pemandangan yang akrab, para petani membajak sawah, menanam padi, merawat ladang, dan para peternak menggiring ternaknya pagi dan petang. Aktivitas pertanian dan peternakan bukan sekadar mata pencaharian bagi warga, melainkan denyut kehidupan yang menghidupi desa secara turun-temurun.

Kini, sebagai Direktur BUMDes Bangun Mandiri, Supono kembali menelusuri jejak masa kecilnya, bukan untuk bernostalgia, tetapi untuk merumuskan masa depan. Ia melihat bahwa kekuatan desa sesungguhnya sudah ada sejak dulu, tinggal bagaimana potensi itu digarap dengan pendekatan yang lebih modern dan berkelanjutan. Maka lahirlah sebuah gagasan besar, menjadikan Bekiung sebagai sentra peternakan modern berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Kalau cuma kasih rumput, hasilnya akan sama seperti beternak zaman dulu,” ujarnya dengan tegas. “Kita ingin lebih dari itu.” Bagi Supono, peternakan bukan lagi soal tradisi, tetapi soal inovasi. Ia mulai memperkenalkan pola-pola pemeliharaan yang lebih efektif, manajemen pakan yang terukur, hingga membuka peluang pasar yang lebih luas bagi hasil ternak warga. Di tangannya, kenangan masa kecil berubah menjadi visi besar, mengangkat wajah Bekiung lewat kekuatan yang telah lama dimiliki desanya sendiri.

Salah satu tantangan paling besar dalam dunia peternakan adalah biaya pakan, yang bisa menyerap hingga 70 persen dari total biaya produksi. Ini menjadi beban berat yang menggerogoti keuntungan peternak. Menyadari hal itu, Supono tak tinggal diam. Ia memutar otak, berpikir keras mencari solusi yang tidak hanya murah, tetapi juga berkelanjutan.

Pandangan matanya lalu tertuju pada pemandangan yang selama ini dianggap biasa yakni limbah pertanian yang berserakan di sekitar desa, tungkul jagung yang dibiarkan membusuk di ladang, sekam padi yang menumpuk di lumbung, dedak yang tak termanfaatkan, hingga tetesan manis molase dari pabrik gula. Di mata Supono, ini bukan sampah, ini adalah potensi. Ia pun mulai bereksperimen.

Tungkul jagung digiling halus, diracik dengan rumput segar, daun sawit, dan bahan-bahan lain seperti EM4 prebiotik untuk memperkaya kandungan nutrisi. Hasilnya adalah pakan ternak yang tidak hanya hemat biaya, tetapi juga bernutrisi tinggi. Dengan pendekatan inovatif ini, BUMDes Bangun Mandiri mampu mengurangi ketergantungan terhadap pakan komersial dari luar desa, sekaligus mengubah limbah menjadi sumber daya berharga bagi kesejahteraan peternak lokal.

Tak hanya itu, ia menggandeng kampus-kampus seperti USU untuk mendukung dari sisi teknologi dan riset. Dari situlah kemudian lahir pengabdian masyarakat yang menjangkau kelompok tani dan peternak. Mesin-mesin produksi sudah siap. Produk pakan telah diujicoba dengan hasil yang baik. "Saat ini,  sedang menyiapkan legalitas untuk bisa memproduksi dan memasarkan secara resmi," ungkapnya.

Langkah besar ini tidak lahir tiba-tiba. Sejak 2018, Supono dan timnya sudah mulai berinovasi. Mereka mencoba membudidayakan maggot dan cacing sebagai sumber protein pakan. Meski kandungan nutrisinya tinggi, secara ekonomi sulit dipertahankan karena bahan bakunya sulit diperoleh secara konsisten. 

BUMDes Bangun Mandiri sendiri resmi berdiri pada 23 Desember 2015, dimulai dari kesepakatan simpan pinjam. Modal awalnya kecil, sehingga sulit memberi pinjaman dalam jumlah besar ke masyarakat. “Apalagi masyarakat menganggap ini dana pemerintah, jadi merasa tak perlu dikembalikan,” kata Supono. Jalan keluar pun ditemukan yakni buka usaha mandiri yang sesuai dengan potensi desa, dan itu adalah peternakan.

Supono punya mimpi besar, membangun industri pakan yang tak hanya memenuhi kebutuhan BUMDes, tapi juga masyarakat satu kecamatan. "Selama ini, banyak warga yang membeli pakan dari luar daerah. Jika produksi bisa dilakukan di Bekiung, tentu akan jauh lebih efisien," jelasnya.

Kerja keras itu perlahan membuahkan hasil. Saat mengikuti lomba Desa BRIlian pada 2021, Melalui Bumdes.id yang bekerja sama dengan BRI pusat pada tahun 2021, dengan mengumpulkan para pelaku BUMDes seluruh indonesia, Supono yang tergabung dalam grup tersebut mengikuti kompetisi ini dengan syarat diketahui administrasi bahwa BUMDes Bangun Mandiri Bekiung dengan pemerintah desa yang saling bersinergi. 

Dengan mendokumentasikan aktivitas peternakan BUMDes, dan pelatihan kerajinan tangan untuk pemuda desa yang diadakan oleh kepala desa, dalam bentuk video. Hasilnya mengejutkan, Desa Bekiung keluar sebagai pemenang utama dari 1000 desa yang ikut serta. Bahkan Kanwil BRI Medan pun awalnya belum tahu kalau desa kecil di pinggiran Langkat ini berhasil menembus kompetisi nasional.

Kemenangan itu bukan sekadar prestasi di atas kertas, melainkan tonggak perubahan bagi BUMDes Bangun Mandiri. Hadiah uang tunai yang diterima tak dibiarkan mengendap, sebaliknya, langsung dimanfaatkan untuk melengkapi kebutuhan peralatan dan mesin yang mendukung aktivitas peternakan dan pertanian desa. semua dibeli dengan satu tujuan, meningkatkan produktivitas dan kemandirian desa.

Namun, bagi Supono, keberhasilan tidak berhenti di situ. Ia sadar, perubahan harus ditopang dengan pengetahuan. Maka ia mulai menulis. Satu demi satu ia dokumentasikan perjalanan panjang desa, tantangan yang dihadapi, potensi yang dimiliki, hingga mimpi yang ingin diraih. Tulisan-tulisan itu tidak hanya disimpan dalam laci atau sekadar arsip internal. Ia kirimkan ke berbagai pihak, termasuk para akademisi di Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sumatera Utara dan sejumlah fakultas lainnya.

Resonansinya luar biasa. Dari sana, jalinan kerja sama pun lahir. Bersama para dosen dan mahasiswa, mereka mengembangkan formula pakan dan pupuk yang lebih efisien, memperkuat sistem manajemen BUMDes, hingga mendorong proses digitalisasi agar lembaga ini lebih adaptif di era modern. Supono telah membuka jalan dan desa pun mulai berlari lebih jauh.

Gelombang perubahan yang digagas BUMDes Bangun Mandiri rupanya menginspirasi banyak pihak untuk turut ambil bagian. Program-program sosial pun mulai berdatangan. Salah satunya datang dari YBM BRIlian Medan, lembaga pengelola dana zakat pegawai BRI. Melihat semangat kemandirian di Desa Bekiung, mereka tergerak untuk membantu. Sebanyak 14 pelaku UMKM lokal menerima bantuan berupa gerobak usaha yang kokoh dan dana permodalan untuk mengembangkan dagangan mereka.

Tak berhenti di situ, YBM BRIlian kemudian meluncurkan program peternakan inklusif yakni Breeding dan fattening sapi, yang menyasar sembilan peternak pilihan di desa. Masing-masing peternak mendapatkan satu ekor indukan betina dan dua ekor sapi jantan. Yang menarik, seluruh hasil dari proses beternak, termasuk jika indukan melahirkan anak sapi, menjadi milik penuh peternak. Tidak ada sistem bagi hasil yang membebani.

Namun, semangat gotong royong tetap dijaga. Setelah satu periode peternakan selesai, sapi-sapi itu tidak dijual atau dikembalikan, melainkan dialihkan kepada peternak lain yang belum mendapat giliran. Skema bergilir ini menciptakan pemerataan kesempatan, membuka jalan agar lebih banyak warga bisa merasakan manfaat program, dan membangun rasa kebersamaan di antara mereka.

Menjelang Idul Adha, suasana di BUMDes Bangun Mandiri tampak semakin dinamis. Kesibukan terlihat di berbagai sudut desa, terutama di kandang-kandang ternak yang kini menjadi pusat perhatian. BUMDes tengah mempersiapkan penjualan hewan kurban secara profesional, mengedepankan kualitas sekaligus kenyamanan layanan.

Melalui website landing page bernama BRIlian Farm, mereka membuka pemesanan kambing dan domba dengan harga mulai dari Rp2 juta, serta sapi lokal berkualitas mulai dari Rp14 juta. Harga-harga tersebut tidak ditetapkan secara sembarangan, melainkan disesuaikan dengan bobot hidup masing-masing hewan. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas kepada pelanggan, BUMDes bahkan menyediakan rumus konversi sederhana, berat hidup hewan dibagi dua, lalu dikalikan 70 persen, hasilnya adalah estimasi berat daging yang bisa diperoleh.

Inovasi ini terbukti menarik minat banyak pembeli. Rata-rata, setiap pelanggan memesan hewan dengan estimasi hasil daging antara 80 hingga 100 kilogram. Dari proses penimbangan, penawaran, hingga pengiriman, semua ditata rapi untuk mewujudkan pelayanan kurban yang transparan dan terpercaya, khas gaya kerja BUMDes Bangun Mandiri.

Tak berhenti pada pasar lokal dan penjualan musiman, BUMDes Bangun Mandiri kini mulai melirik peluang yang lebih besar. Mereka tengah menjajaki kerja sama dengan jaringan hotel dan restoran ternama di Kota Medan, seperti Grand Aston dan Grand Antares. Bagi Supono, ini bukan sekadar kemitraan bisnis biasa, ini adalah langkah strategis untuk membawa hasil ternak desa menembus pasar premium.

Untuk memenuhi standar kualitas yang ditetapkan mitra-mitra besar itu, Supono pun bergerak cepat. Ia merancang pembangunan rumah potong hewan (RPH) yang sesuai standar kebersihan dan sanitasi, lengkap dengan tenaga penyembelih yang telah bersertifikat halal. Bagi Supono, sertifikasi bukan hanya soal formalitas, melainkan wujud tanggung jawab moral kepada konsumen muslim dan jaminan mutu terhadap produk yang ditawarkan.

Dengan langkah ini, BUMDes tidak hanya menjadi penyedia ternak, tetapi naik kelas menjadi pelaku industri peternakan yang terintegrasi, dari hulu hingga hilir, dari desa hingga kota.

Perubahan yang digagas Supono bukan hanya soal ekonomi, tapi juga moral dan budaya. Ia secara terbuka memerangi praktik rentenir di desa, dan menyarankan warga untuk memanfaatkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI. “Kita ingin ubah mindset warga. Usaha itu harus dimulai, dana yang ada digunakan dengan bijak,” tegasnya.

Riswan Gunawan, Kepala Unit BRI Kuala, menyampaikan dengan keyakinan bahwa Program Desa BRIlian memang dilahirkan untuk menumbuhkan potensi desa-desa seperti Bekiung. Melalui sinergi antara layanan keuangan BRI, penerapan teknologi digital, dan penguatan kelembagaan BUMDes, desa-desa yang dulu tertinggal kini mulai tumbuh menjadi kuat dan mandiri. Bekiung adalah salah satu contoh nyatanya, kini telah menjelma menjadi pusat inovasi sosial dan ekonomi yang menginspirasi dengan potensi utama pertanian dan peternakan.

"Jadi nanti, desa brilian tersebut selain Bumdes juga akan di bentuk cluster cluster usaha dan BRI akan memberi bantuan terhadap BUMDES dan cluster usaha tersebut," tutupnya.

Di balik semua pencapaian itu, berdiri sosok sederhana yang menjadi motor penggerak yaitu Supono. sebelumnya, ia mengemban amanah sebagai Ketua Forum BUMDes Kabupaten Langkat dan kini telah menjadi Ketua Forum BUMDes Sumatera Utara. Namun, jabatan tinggi tak membuatnya besar kepala. Ia tetap bersahaja, menyapa siapa saja dengan senyum tenang dan nada bicara yang pelan namun penuh makna.

“Kalau kita jujur, orang akan percaya. Program-program ini bisa berlanjut karena kepercayaan,” katanya, seolah ingin menegaskan bahwa di atas semua strategi dan inovasi, nilai kejujuran tetap menjadi fondasi yang tak tergantikan.

Langkah demi langkah, mimpi menjadikan Desa Bekiung sebagai sentra peternakan dan desa mandiri bukan lagi sekadar harapan. Bahan baku lokal telah dikelola dengan cerdas, proses produksi berjalan konsisten, dan pasar mulai terbuka, bahkan hingga ke jaringan hotel-hotel besar di kota. Masa depan memang belum selesai ditulis, tetapi satu hal telah nyata, dari desa kecil di pinggir Langkat ini, cahaya kemandirian telah menyala, menerangi jalan bagi desa-desa lain yang ingin bangkit dan berdikari.

Editor : Chris

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut