JAKARTA, iNwesMedfan.id - Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya dengan sanadnya dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu ia berkata:
حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وِعَاءَيْنِ: فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَبَثَثْتُهُ، وَأَمَّا الآخَرُ فَلَوْ بَثَثْتُهُ قُطِعَ هَذَا البُلْعُومُ
“ Aku hafal (hadis) dari Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam dua wadah: aku sebarkan salah satunya, dan satunya lagi seandainya aku sebarkan, tenggorokan ini akan terputus”. (no. 120).
Maknanya:
hadis-hadis Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam yang dihafal oleh Abu Hurairah Radhiallahu'anhu sekiranya ditulis niscaya akan memenuhi dua wadah, walaupun tidak mesti ukuran dua wadah tersebut sama.
Dan hadis-hadis yang beliau tidak sebarkan ialah: hadits-hadits yang berisi penyebutan nama-nama penguasa buruk, keadaan dan waktu mereka, dan semisalnya. Seperti dalam suatu kesempatan Abu Hurairah radhiallahu'anhu berkata:
سَمِعْتُ الصَّادِقَ الـمَصْدُوقَ يَقُولُ: «هَلَكَةُ أُمَّتِي عَلَى يَدَيْ غِلْمَةٍ مِنْ قُرَيْشٍ»
“ Aku mendengar orang yang jujur dan dipercaya (Nabi shollallohu'alaihiwasallam) bersabda: “Kebinasaan umatku di tangan anak-anak muda Quraisy”.
Marwan yang kala itu berada di dekatnya spontan berkata:
لَعْنَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ غِلْمَةً.
“ Semoga laknat Allah menimpa mereka anak-anak muda itu”.
Lalu Abu Hurairah radhiallahu'anhu berkata:
لَوْ شِئْتُ أَنْ أَقُولَ: بَنِي فُلاَنٍ، وَبَنِي فُلاَنٍ، لَفَعَلْتُ
“ Seandainya aku berkenan mengatakan: itu bani fulan dan bani fulan, tentu aku lakukan”. (HR. al-Bukhari no. 7058).
Seandainya itu beliau lakukan tentu mereka mendustakannya dan membunuhnya. Sehingga beliau tidak menyebutkan nama-nama mereka secara tegas.
Ustaz Irsyad Hasan bin Isa Ansori mengisahkan, begitu pula hal yang terkait dengan huru hara akhir zaman, sebagian orang yang tidak mengenal hal demikian akan mengingkarinya dan para penguasa cenderung tidak menyukainya; karena hal tersebut mengandung kabar berubahnya negeri yang mereka kuasai.
Yang tidak disebarkan beliau bukanlah hadits-hadits yang terdapat padanya hukum-hukum syar’i; karena beliau tidak bisa menyembunyikan hadits-hadits tersebut; sebab beliau sendiri telah mengatakan:
إِنَّ النَّاسَ يَقُولُونَ: أَكْثَرَ أَبُو هُرَيْرَةَ، وَلَوْلاَ آيَتَانِ فِي كِتَابِ اللهِ مَا حَدَّثْتُ حَدِيثًا، ثُمَّ يَتْلُو {إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ البَيِّنَاتِ وَالهُدَى} [البقرة: 159] إِلَى قَوْلِهِ {الرَّحِيمُ} [البقرة: 160]
“ Sesungguhnya orang-orang mengatakan: Abu Hurairah banyak (menyebarkan hadits). Seandainya kalau bukan dua ayat di Kitab Allah tentu aku tidak menyebarkan hadits”. Lalu beliau membaca (ayat yang artinya): “ Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang Kami turunkan dari berupa keterangan dan petunjuk …” sampai …”Dzat yang maha pengasih”. (HR. al-Bukhari no. 118 dan Muslim no. 2493).
Jadi yang dimaksudkan dalam hadits ini bukanlah apa yang diyakini oleh kaum Bathiniah, bahwa syariat ini ada lahir dan batin. “Batin” yang mereka seru berujung pada berlepas dari agama dan aturannya. Bahkan tidak diketahui seorang pun menukil dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu satu haditspun yang sesuai dengan keyakinan Bathiniah, dan tidak pula yang menyelesihi perihal agama Islam yang itu jelas nampak yang telah dimaklumi.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar