NEW YORK,iNews.id - Seorang tentara Rusia berkirim pesan kepada ibunya.Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya membacakan pesan teks pesan itu. Pesan dikirim beberapa saat sebelum dia dibunuh pasukan Kiev selama pertempuran sengit.
Diplomat itu membacakan tangkapan layar dari pesan teks ponsel tentara Rusia selama sesi khusus darurat Majelis Umum PBB pada hari Senin.
“Mama, aku tidak lagi di Crimea—aku tidak dalam sesi pelatihan,” bunyi pesan tentara tersebut tanpa disebutkan namanya setelah ibunya bertanya mengapa bertugas cukup lama, sebagaimana dikutip dari AFP, Rabu (2/3/2022).
Komandan sniper Rusia yang berbasis di wilayah Rostov bersama lusinan tentara lainnya ditahan militer Ukraina. Foto/Facebook/Oleg Sinegubov
“Mama, aku di Ukraina. Ada perang nyata yang berkecamuk di sini. Aku takut. Kami mengebom semua kota bersama-sama, bahkan menargetkan warga sipil. Kami diberitahu bahwa mereka akan menyambut kami. Mereka jatuh di bawah kendaraan lapis baja kami, melemparkan diri mereka ke bawah kemudi dan tidak membiarkan kami lewat. Mereka menyebut kami fasis. Mama, ini sangat sulit.”
Kyslytsya menyamakan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan "pria di bunker" yang tewas di Berlin pada Mei 1945. Menghadapi isolasi yang semakin dalam di panggung dunia, Rusia menghadapi ujian dukungan yang penting pada hari Senin ketika 193 anggota Majelis Umum PBB mengadakan sesi khusus darurat yang langka—yang ke-11 yang diadakan Majelis Umum PBB dalam sejarahnya—untuk memperdebatkan resolusi yang mengutuk tindakan "agresi bersenjata Moskow yang tidak beralasan” di Ukraina.
Selama sesi khusus darurat, Rusia membela keputusannya untuk menyerang tetangganya ketika negara demi negara mendesak perdamaian dari podium. Di sela-sela sesi, Washington mengatakan telah mengusir 12 diplomat Rusia di PBB dari negara Amerika Serikat atas tuduhan terlibat dalam kegiatan spionase yang merugikan keamanan nasional Amerika.
Di aula Majelis Umum, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, memohon, pertempuran di Ukraina dihentikan. "Cukup sudah cukup," katanya.
Perwakilan lebih dari 100 negara diperkirakan akan berbicara selama tiga hari saat badan global memutuskan apakah akan mendukung atau tidak terhadap resolusi yang menuntut Rusia segera menarik pasukannya dari Ukraina. Pemungutan suara diharapkan digelar hari Rabu, dan harus mencapai ambang dua pertiga untuk lolos.
Resolusi tersebut tidak mengikat tetapi akan menjadi penanda betapa terisolasinya Rusia. Perancang resolusi berharap mereka dapat melebihi 100 suara mendukung—meskipun negara-negara termasuk Suriah, China, Kuba dan India diharapkan untuk mendukung Rusia atau abstain.
“Kami tidak merasa terisolasi,” kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia kepada wartawan. Dia mengulangi sikap Moskow, yang ditolak mentah-mentah oleh Kiev dan sekutu Baratnya, bahwa operasi militernya diluncurkan untuk melindungi penduduk daerah yang memisahkan diri di Ukraina timur.
“Permusuhan dilepaskan oleh Ukraina terhadap penduduknya sendiri,” katanya dalam pidatonya. Diplomat Ukraina Kyslytsya mengtakan pemungutan suara di PBB juga dilihat sebagai barometer demokrasi di dunia di mana sentimen otokratis telah meningkat, menunjuk ke rezim seperti itu di Myanmar, Sudan, Mali, Burkina Faso, Venezuela, Nikaragua-dan tentu saja Rusia. “Jika Ukraina tidak bertahan, PBB tidak akan bertahan. Jangan berangan-angan,” kata Kyslytsya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta