MEDAN, iNewsMedan.id - Umat Islam diwajibkan untuk shalat fardhu lima waktu di masjid berjamaah bagi pria dan untuk kaum perempuan dianjurkan untuk shalat di masjid.
Lantas bagaimana hukum menjahrkan atau mengeraskan bacaan aamiin bagi makmum perempuan dalam shalat berjamaah?
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc menjelaskan, perlu diketahui bahwa membaca aamiin disunnahkan bagi setiap orang yang shalat setelah imam shalat membaca Surat Al Fatihah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قَالَ الْإِمَامُ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ فَقُولُوا آمِينَ فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَقُولُ آمِينَ وَإِنَّ الْإِمَامَ يَقُولُ آمِينَ فَمَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلَائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Jika imam membaca ‘ghoiril maghdhubi ‘alaihim wa laaddhoolliin’, maka ucapkanlah ‘aamiin’ karena malaikat akan mengucapkan pula ‘aamiin’ tatkala imam mengucapkan aamiin. Siapa saja yang ucapan aamiin-nya berbarengan dengan ucapan ‘aamiin’ malaikat, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. An Nasa’i, no. 928; Ibnu Majah, no. 852. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Imam Nawawi rahimahullah dalam Al-Majmu’ berkata,
التَّأْمِينُ سُنَّةٌ لِكُلِّ مُصَلٍّ فَرَغَ مِنْ الْفَاتِحَةِ سَوَاءٌ الإِمَامُ وَالْمَأْمُومُ , وَالْمُنْفَرِدُ , وَالرَّجُلُ وَالْمَرْأَةُ وَالصَّبِيُّ , وَالْقَائِمُ وَالْقَاعِدُ وَالْمُضْطَجِعُ ( أي لعذرٍ ) وَالْمُفْتَرِضُ وَالْمُتَنَفِّلُ فِي الصَّلاةِ السِّرِّيَّةِ وَالْجَهْرِيَّةِ وَلا خِلافَ فِي شَيْءٍ مِنْ هَذَا عِنْدَ أَصْحَابِنَا اهـ .
“Membaca aamiin disunnahkan bagi setiap orang yang shalat setelah membaca Al-Fatihah. Ini berlaku bagi imam, makmum, orang yang shalat sendirian, berlaku pula bagi laki-laki, perempuan dan anak-anak. Sama halnya pula berlaku bagi orang yang shalat sambil berdiri, sambil duduk, atau sambil berbaring karena adanya uzur. Membaca aamiin juga berlaku bagi orang yang melaksanakan shalat wajib dan shalat sunnah baik shalatnya sirr (bacaannya lirih) maupun shalat jaher (bacaannya keras). Yang disebutkan tadi tetap berlaku sama menurut ulama madzhab Syafi’i.” (Al-Majmu’, 3: 371)
Apakah Perempuan Juga Mengeraskan Suara Amin?
Kenapa hal ini ditanyakan, karena saat menegur imam yang keliru, laki-laki mengucapkan ‘subhanallah’, sedangkan perempuan menepuk punggung telapak tangan. Ini menunjukkan bahwa suara wanita tidak dianjurkan dalam hal itu.
Dalam hadits disebutkan,
مَنْ نَابَهُ شَىْءٌ فِى صَلاَتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّهُ إِذَا سَبَّحَ الْتُفِتَ إِلَيْهِ وَإِنَّمَا التَّصْفِيحُ لِلنِّسَاءِ
“Barangsiapa menjadi makmum lalu merasa ada kekeliruan dalam shalat, hendaklah dia membaca tasbih. Karena jika dibacakan tasbih, dia (imam) akan memperhatikannya. Sedangkan tepukan khusus untuk wanita.” (HR. Bukhari, no. 7190; Muslim no. 421)
Bagaimana dengan mengucapkan aamiin jika perempuan ikut dalam shalat berjamaah?
Ibnu Hajar berkata,
وكان منع النساء من التسبيح لأنها مأمورة بخفض صوتها في الصلاة مطلقا لما يخشى من الافتتان ومنع الرجال من التصفيق لأنه من شأن النساء اهـ
“Wanita tidak diperkenankan mengucapkan ‘subhanallah’ ketika ingin mengingatkan imam, wanita diperintahkan untuk memelankan suaranya dalam shalat. Hal ini dikarenakan takut menimbulkan godaan. Sedangkan laki-laki dilarang menepuk punggung telapak tangan karena yang diperintahkan adalah perempuan.” (Fath Al-Bari, 3: 77)
Imam Nawawi berkata,
Menurut kebanyakan ulama Syafi’iyah, untuk wanita saat ia shalat sendirian atau ia shalat bersama wanita lainnya atau ada laki-laki mahram bersamanya, maka ia mengeraskan bacaan. Hal tadi berlaku jika ia shalat sendirian atau bersama wanita lainnya.
Adapun jika ia shalat dan hadir di situ laki-laki asing (bukan mahram), ia melirihkan bacaan. Inilah pendapat dalam madzhab Syafi’i.
Al-Qadhi Abu Ath-Thayyib mengatakan bahwa dalam masalah mengeraskan atau melirihkan ucapan takbir sama dengan pembahasan hukum mengeraskan atau melirihkan bacaan surat dalam shalat. (Al-Majmu’,: 3: 390)
Kesimpulannya, boleh bagi wanita mengeraskan bacaan surat dan aamiin dalam shalat kecuali jika ia shalat sendirian dan di situ ada laki-laki asing (bukan mahram).
Dalil-dalil yang ada, tidak membedakan antara makmum perempuan dan lelaki. Demikian juga tidak ada larangan membaca keras bagi makmum perempuan, apalagi bila ia bermakmum kepada suaminya yang sudah barang tentu tidak ada kekhawatiran akan menimbulkan fitnah.
Sebagian pendapat mungkin melarang kaum perempuan membaca keras aamiin ketika berjamaah, ini semata untuk berhati-hati dan menghindarkan fitnah, misalnya akibat suara perempuan yang keras tersebut sehingga membuyarkan konsentrasi makmum lelaki yang di dekatnya.
Wallahu Ta’ala A’lam.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta