JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut turun mengusut informasi valid perihal pelapor korupsi yang ditetapkan sebagai tersangka. Di mana, KPK menurunkan tim Direktorat Koordinasi Supervisi (Korsup) Wilayah II yang meliputi daerah Jawa Barat.
"Direktorat Korsup wilayah II antara lain meliputi wilayah Provinsi Jawa Barat, kami masih menunggu langkah-langkah koordinasi yang dilakukan tim korsup dengan APH terkait," kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, Rabu (23/2/2022).
Nawawi menjelaskan, lembaga yang dinaunginya saat ini mempunyai kewenangan istimewa berkaitan dengan supervisi dalam setiap kasus pemberantasan korupsi. KPK dapat melakukan telaah dan penelitian terhadap setiap perkara korupsi yang ditangani aparat penegak hukum lain.
"KPK memang memiliki kewenangan mengkoordinir langkah-langkah penyelidikan dan atau penyidikan, bahkan sampai pada supervisi, yaitu melakukan penelitian, telaah dan pengawasan terhadap penanganan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum lainnya," kata Nawawi.
Pimpinan KPK berlatar belakang hakim ini berharap agar semangat pemberantasan korupsi tetap memperhatikan kaidah-kaidah hukum. Salah satunya, terkait pemaknaan terhadap whistle blower dan justice collaborator mengacu pada UNCAC 2003 yang telah diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 2006.
"Juga dalam UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta juga SEMA Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator)," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian berdasarkan petunjuk dari kejaksaan. Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka setelah melaporkan kasus dugaan korupsi Kepala Desa (Kades) Citemu, Supriyadi.
Di mana, kasus itu bermula ketika Nurhayati mengungkapkan kekecewaannya dalam sebuah video. Video itu kemudian viral. Dia merasa kecewa karena ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penggunaan APBDes yang dilakukan Supriyadi.
Menurut polisi, Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka karena dinilai turut terlibat dalam kasus dugaan korupsi penggunaan APBDes yang dilakukan Supriyadi. Korupsi itu menyebabkan kerugian negara sekitar Rp800 juta selama tiga tahun, yaitu 2018, 2019, 2020.
Meski belum ditemukan bukti jika Nurhayati telah ikut menikmati uang hasil korupsi, tapi dia dianggap telah melanggar Pasal 66 Permendagri No 20 Tahun 2018 yang mengatur tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Kapolres Cirebon Kota AKBP M Fahri Siregar menjelaskan, kasus ini berawal dari informasi BPD Citemu dan sumber informasi lainnya. "Ada dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Supriyadi terhadap penggunaan anggaran APBDes Tahun anggaran 2018, 2019 dan 2020," katanya, Sabtu (19/2/2022).
Setelah ada informasi tersebut, lanjut Fahri, penyidik Satreskrim Polres Cirebon Kota mengumpulkan alat bukti, sampai dengan proses penyidikan dan penetapan tersangka Supriyadi.
Selanjutnya kami mengirimkan berkas kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). Selanjutnya berkas atas nama Supriyadi sempat P19 atau dinyatakan tidak lengkap, lalu penyidik melengkapi berkas sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang dilakukan JPU," ujarnya.
Menurut Fahri, berkas tersebut dikirimkan kembali ke JPU untuk tahapan selanjutnya. "Setelah itu ada petunjuk lagi dari JPU, ada petunjuk lagi dari berita acara koordinasi dan konsultasi, petunjukanya itu agar kepada Nurhayati dilakukan pemeriksaan secara mendalam," katanya.
Editor : Odi Siregar