MEDAN, iNewsMedan.id - Jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Jalan Pabrik Tenun Medan melakukan aksi unjuk rasa di depan pintu masuk gedung Polda Sumatera Utara (Sumut), Senin (20/2/2023).
Aksi yang mereka lakukan itu meminta kejelasan dari pihak kepolisian atas laporan mereka terhadap seorang pendeta berinisial RS yang dilaporkan di Polda Sumut yang belum diproses sampai saat ini.
Selain itu, jemaat ini merasa laporan yang sudah dilayangkan mengendap selama delapan bulan. Bahkan, mereka sempat diberitahu laporan mereka akan dihentikan oleh pihak kepolisian.
Dalam unjuk rasanya, mereka juga berdoa bersama layaknya beribadah di gereja sebagai bentuk protes ke Polda Sumut karena dinilai tak mampu memberi keadilan. Kemudian, mereka juga membawa tulisan berisi doa diikat ke balon yang akan diterbangkan.
Kuasa hukum jemaat, Dwi Ngai Sinaga mengatakan bahwa aksi yang mereka lakukan ini sebagai bentuk simbolis meminta agar Polda Sumut memperoses laporan mereka yang sampai saat ini belum menemukan titik terang.
"Ini bentuk simbolis kami menunjukkan ke Kapolda Sumut yang mungkin tidak di tempat. Kami bermohon kepada Kapolda Sumut tetapi itu sangat mengecewakan. Mereka sudah berdoa di rumah dan ini bukti mereka kami hanya bermohon kepada Tuhan," katanya di Mapolda Sumut.
Kata Dwi, laporan mereka bermula ketika pendeta gereja tersebut menyatakan kalau jemaat yang protes beberapa waktu lalu merupakan jemaat bayaran.
"Terlapor juga disebut pernah mengatakan jemaat merupakan jemaat yang memakan uang gereja," ucapnya.
"Itulah pokok permasalahannya, jadi kita pertanyakan isu yang dibangun ini, selain jemaat bayaran dikatakan juga bahwasanya mereka memakan uang-uang gereja dan diberitakan sehingga masyarakat berasumsi bahwa jemaat itu tidak tahu diri," terang Dwi.
Dwi juga mendesak Polda Sumut membuktikan dulu laporan kliennya jika memang tak terbukti barulah menghentikannya. Jika tidak, mereka berjanji akan melakukan aksi demonstrasi dan akan membawa masa jauh lebih banyak.
"Ini aksi kedua sebenarnya jemaat akan hadir 300-400 orang tetapi karena mengingat permohonan-permohonan bahwa jangan banyak-banyak. Kita kooperatif yang penting aspirasi kami didengar," tandas Dwi.
Editor : Jafar Sembiring