MEDAN, iNewsMedan.id - Kurikulum Fungsional adalah sebuah pendekatan kurikulum yang memperhitungkan berbagai kebutuhan individual murid dan kebutuhan masa depan yang dirancang untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Kurikulum fungsional menjadi desain pembelajaran untuk anak-anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak-anak tuna netra.
Vellin Syahya Jingga (NIM 190902040) yang merupakan Mahasiswi Program Studi Kesejahteraan Sosial (Kesos) FISIP USU melaksanakan Praktikum Kerja Lapangan 2 atau biasa dengan sebutan PKL 2 di Yayasan Pendidikan Dwituna Harapan Baru Kota Medan, yang beralamat di Jl. Sei Batangserangan No 75, Kec. Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara.
Bersama dengan bimbingan yang dilakukan oleh supervisor sekolah yaitu Dra. Tuti Atika dengan supervisor lembaga Kak Merlyn, serta yang dimonitoring oleh dosen pengampu mata kuliah Fajar Utama Ritonga, S.Sos., M.Kesos.
Yayasan Pendidikan Dwituna Harapan Baru merupakan sekolah yang berfokus pada anak-anak berkebutuhan khusus salah satunya adalah tuna netra. Pendidikan yang diberikan berbeda seperti sekolah pada umumnya yang berupa fokusnya pada baca dan tulis. Yayasan ini menggunakan kurikulum fungsional, di mana fokus dari kurikulum ini adalah peningkatan kemandirian dari ketrampilan hidup fungsional. Kurikulum fungsional memberdayakan life skill sang anak agar siap untuk terjun ke dunia masyarakat saat dewasa nanti terlepas dari kekurangan yang dimiliki. Kurikulum menekankan kecakapan hidup yang diperlukan lingkungan mereka saat ini dan untuk masa depan. Kecakapan hidup yang dimaksud adalah perawatan pribadi, ketrampilan sosial, identifikasi uang dan manajemen, kemampuan komunikasi, persiapan makanan, rekreasi dan bersantai.
Vellin mengatakan bahwa kegiatan PKL dilaksanakan secara observasi aktif untuk mengetahui dan memahami karakteristik juga perkembangan masing-masing anak. Kegiatan pembelajaran menuntut sang anak untuk mandiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya. Materi yang diajarkan adalah tergantung kepada kebutuhan dan kondisi peserta didik.
"Media pembelajaran yang digunakan adalah benda-benda yang dapat diraba dan tidak membahayakan," katanya, Rabu (4/1/2023).
Kata Vellin, tahapan yang digunakan pada PKL 2 merupakan tahapan umum atau general yang tidak terbatas pada ruang lingkup praktik. Agenda awal melakukan analisa terlebih dahulu pada aktiftas setiap individu dengan mengikuti setiap kegiatan. Agenda ini juga sebagai tahap assessment yaitu untuk pengenalan dan mengetahui permasalahan atau kebutuhan setiap anak. Kemudian pada tahap-tahap selanjutnya dilakukan perencanaan program di mana juga mengikutsertakan para pendamping di sekolah untuk menyesuaikan dari kemampuan setiap anak. Pada paruh waktu dari berjalannya PKL maka dilakukanlah pengembangan dan pelaksanaan atau intervensi berdasarkan dari hasil perencanaan yang ada serta kebutuhan anak yang dilalui prosesnya tidak lepas dari pengawasan pihak yayasan.
"Intervensi ini tidak hanya berfokus untuk menciptakan program baru, namun juga untuk pengembangan maupun pelatihan kemampuan yang telah ada pada anak, seperti dengan memberikan isyarat suara untuk meningkatkan sensitivitas pendengaran mereka. Kemudian pada tahap akhir, dilakukanlah terminasi yaitu pemutus hubungan formal. Tahap terminasi ini dilaksanakan bersamaan sebagai penutupan kegiatan PKL di Yayasan Pendidikan Dwituna Harapan Baru Kota Medan," ujarnya.
Melalui agenda Orientasi Mobilitas (OM) yang pada isinya merupakan kegiatan yang dilakukan di luar ruangan dengan tujuan untuk melatih penggunaan tongkat serta melatih pengawasan anak pada dunia luar, agenda ini membuka pengetahuan bagaimana cara yang baik dalam membimbing teman tuna netra dalam berjalan menggunakan tongkat.
"Arahan yang diberikan harus jelas dan mudah dimengerti, seperti dengan mengatakan di sebelah kanan/kiri terdapat mobil atau benda sehingga sang anak akan lebih berhati-hati dalam menggerakkan tongkatnya," ucap Vellin.
Vellin menuturkan, adapun agenda lainnya yaitu belajar huruf braille, melatih ingatan, belajar simbol, bercerita, serta melakukan jurnal. Kegiatan-kegiatan yang ada dilakukan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas anak untuk mengikutinya. Pada kegiatan belajar simbol dilakukan pada anak nonverbal untuk pengenalan barang dengan cara meraba dengan itu sensitiftas mereka dapat terlatih.
"Pada saat selesai agenda makan siang, anak-anak tidak lepas dari tanggung jawab mencuci piring serta membereskan alat makan masing-masing dengan itu dapat menumbuhkan jiwa kedisplinan pada anak," tuturnya.
Adapun jurnal yaitu dilakukan setiap akhir kegiatan. Agenda ini adalah menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan seharian di sekolah serta apa saja yang telah dilalui dan dirasakan oleh sang anak dengan itu maka anak dapat melatih ingatannya, melatih berbicara, serta berekspresi, juga tidak lepas bagaimana anak merasakan dari lingkungan sekitarnya.
"Dari PKL 2 ini di Yayasan Pendidikan Dwituna Harapan Baru Kota Medan memberikan pengalaman baru dan membuka wawasan dari bagaimana anak-anak di sana walaupun memiliki kekurangan namun bukan berarti tidak dapat melakukan apa-apa. Saya berharap untuk anak-anak serta para pendamping di Yayasan Pendidikan Dwituna Harapan Baru untuk tetap semangat dalam menginspirasi," tandas Vellin.
Editor : Jafar Sembiring