get app
inews
Aa Read Next : Perjuangan Gus Irawan Pasaribu Berbuah Hasil, Pemerintah Naikkan Dana Peremajaan Sawit

Kebijakan Putin Untungkan Petani Sawit, Ancaman Penurunan Harga Mengintai

Jum'at, 04 November 2022 | 13:00 WIB
header img
Kebijakan Putin untungkan petani sawit, ancaman penurunan harga mencintai. (Foto: Istimewa).

MEDAN, iNewsMedan.id - Harga CPO belakangan ini masih mampu bertahan di atas level 4.000 ringgit per ton, tepatnya di harga 4.392 ringgit per ton, atau dikisaran $875.68 per tonnya. Namun, harga CPO yang cukup stabil tersebut memberikan kenyamanan bagi para petani sawit, dimana harga TBS di sejumlah wilayah (khususnya Sumut) berada di atas Rp2.000 per kilogram. Harga Rp2.000 itu sudah memberikan keuntungan bagi petani sawit, meskipun tidak terlampau signifikan.

Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, jika melihat perkembangan global, harga CPO belakangan ini sempat diuntungkan dengan kebijakan penangguhan ekspor yang dilakukan oleh Rusia beberapa waktu lalu. Dimana, pasca kebijakan tersebut langsung membuat harga komoditas pangan dunia mengalami kenaikan tajam, khususnya komoditas yang terkait langsung dengan penghentian kebijakan ekspor Rusia seperti gandum, jagung dan bunga matahari.

"Untuk harga CPO sendiri yang pada perdagangan pekan lalu sempat menyentuh 3.989 ringgit per ton, langsung melesat di atas level 4.000 ringgit per ton dan bertahan hingga hari ini. Tantangan harga CPO kedepan muncul dari China sebagai konsumen terbesar CPO," katanya di Medan, Jumat (4/11/2022).

Gunawan menjelaskan, meskipun pada kuartal ketiga ekonominya mampu tumbuh melebihi ekspektasi sebesar 3.9 persen, akan tetapi belum menghapus ancaman sepenuhnya seperti pandemi Covid-19 yang bisa saja membuat China kembali melockdown sejumlah wilayahnya.

Disisi lain tren kenaikan suku bunga acuan The FED, ditambah dengan penguatan US Dolar terhadap sejumlah mata uang dunia salah satunya ringgit Malaysia, juga menguntungkan harga CPO. Namun tantangan beserta ancamannya juga tidak kalah besar di tahun 2023 mendatang. Salah satunya adalah ancaman resesi ekonomi global yang bisa menekan permintaan CPO, dan bisa membuat harga CPO relatif mengalami penurunan.

"Karena penurunan pada harga CPO dunia bisa menyeret pelemahan harga TBS di tingkat petani, yang akan membuat daya beli masyarakat terganggu. Untuk itu perlu memetakan bagaimana harga CPO bisa dinilai berada pada posisi yang aman dan baik bagi industri maupun bagi petani sawit," jelasnya.

Diakuinya, dalam situasi sekarang ini (biaya input produksi dan biaya hdup naik), petani mengharapkan harga TBS itu bisa diatas 1.800 per Kg. Hal itu berarti harga CPO berada diatas kisaran harga 3.800 ringit per tonnya. 

"Disisi lain saya menilai industri pengolahan kelapa sawit masih memiliki kemampuan finansial yang baik jika harga CPO masih mampu diatas 3.400 ringgit per ton," ujarnya.

Gunawan menambahkan, masalah ketidakpastian ekonomi kedepan, seperti masalah geopolitik maupun ancaman resesi tidak lantas akan membuat harga CPO mengalami penurunan. Khusus untuk resesi ekonomi saya pikir ini jadi ancaman serius bagi harga CPO. Tetapi untuk masalah geopolitik saya menilai harga CPO bisa saja diuntungkan jika situasianya memanas. 

"Sejauh ini Presiden Rusia Vladimir Putin juga menyatakan bahwa kembalinya rusia dalam kesepakatan ekspor biji-bijian, belum bisa dipastikan partisipasinya akan berlangsung dalam waktu berapa lama," pungkasnya.

Editor : Jafar Sembiring

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut