TAPANULI UTARA, iNewsMedan.id - Provinsi Sumatera Utara terkenal dengan keberagaman Suku dan Budaya. Sejak dulu, masyarakat di Sumatera Utara senantiasa mewariskan warisan budaya kepada generasi penerusnya baik itu warisan budaya benda dan warisan budaya tak benda. Di Bumi Tapanuli, salah satu Warisan Budaya Tak Benda adalah tari tor-tor dan bela diri mossak.
Tarian Tortor merupakan tarian yang memperagakan sikap dan perasaan yang melukiskan situasi dan kondisi yang sedang dialami, lewat tortor masyarakat menyatakan harapan dan doanya. Tari tortor memiliki nilai budaya sekaligus nilai spiritual. Tarian yang dilestarikan oleh suku batak ini dimainkan dengan iringan suara alunan musik seperti Gondang dan alat musik tradisional lainnya. Tarian Tortor juga biasa digelar dalam acara adat batak seperti pernikahan, acara orang meninggal dan acara-acara perayaan lainnya serta acara formal untuk melakukan penyambutan kepada tamu.
Sedangkan bela Diri Mossak adalah gerakan menyelesaikan masalah, gerakan yang digunakan untuk menghibur, mengobati orang sakit, serta membela diri dari serangan musuh dengan meniru gerakan ular, harimau, monyet dan lainnya sesuai dengan di mana keberadaan para leluhur mereka. Mossak juga diklasifikasikan menjadi dua jenis yakni mossak olahraga biasa dan mossak sakral.
Salah satu yang masih konsisten untuk terus mewariskan warisan budaya di Sumatera Utara adalah Kelompok Sanggar Seni Mata Guru Roha Sisean. Kelompok Sanggar Seni yang di komandoi oleh Marala Situmorang, S.T adalah satu dari sekian banyak Kelompok Sanggar Seni di Sumatera Utara.
Pertunjukan dramatik berupa tari Tortor dan Bela Diri Mossak jadi warisan budaya tak benda yang mereka geliatkan di Sumatera Utara, khususnya di Tapanuli Utara.
"Hadirnya kelompok Sanggar Seni yang bermarkas di Silangit Tapanuli Utara yang diprakarsai oleh saya ini tak terlepas dari refleksi dan pandangannya terhadap warisan budaya Suku Batak yang mulai luntur dipertunjukkan dalam acara adat Batak," kata Marala Situmorang, Rabu (24/8/2022).
Sejak usia dini, Marala mengaku sangat tertarik dengan kebudayaan Batak ditambah lagi dulu ia sering melihat kakeknya yang seorang budayawan manortor dan melakukan kegiatan-kegiatan ala kebudayaan Batak. Hal ini menambah rasa kecintaan Marala kian kuat pada budaya batak. Kecintaan Marala pada Budaya Batak ia tunjukkan dengan membentuk kelompok Sanggar Seni pada 3 September 2021 lalu di Silangit Tapanuli Utara dibantu oleh rekan-rekannya.
Lestarikan Kearifan Lokal, Mata Roha Konsisten Kembangkan Seni Tari dan Bela Diri dari Tapanuli. (Foto: Istimewa).
"Kakek saya dulu semasa hidupnya adalah seorang Budayawan. Dia sangat piawai dalam manortor dan juga bela diri mossak, mampu menggunakan Sordam untuk mencari atau memanggil kembali orang hilang, dan mampu memindahkan jatuhnya air hujan ke tempat lain, ungkap Marala.
Selain itu, Marala Situmorang juga mengungkapkan bahwa perjalanan nya membentuk kelompok sanggar seni bermula saat dirinya beserta keluarga melakukan napak tilas ke salah satu gunung yang sakral di Kabupaten Samosir yakni Gunung Ulu Darat.
"Saat itu saya dan keluarga pulang ke tanah kelahiran di Sabulan, namun siapa sangka perjalanan tersebut juga membawa kami untuk melakukan napak tilas ke Gunung Ulu Darat. Di sepanjang perjalanan, namboru (bibi) saya yang sudah berusia 76 Tahun menceritakan apa itu Ulu Darat. Usai mendengar cerita namboru (bibi) saya dan usai melakukan napak tilas, sejak saat itulah saya berdoa dan melakukan semedi agar dapat ditunjukkan wahyu dalam melestarikan warisan budaya Batak dan dapat mewujudkannya," jelas Marala.
Marala Situmorang menambahkan bahwa sebelum mendirikan Sanggar Seni Mata Roha Guru Sisean, ia sempat mendedikasikan dirinya di Sanggar Seni Nabasa dan juga sebagai salah satu pendiri. Selama dia mendedikasikan dirinya di Sanggar Seni Nabasa, sanggar seni tersebut telah beberapa kali tampil dibeberapa event besar salah satunya di Perayaan Hari Jadi Kabupaten Tapanuli Utara pada 2021 dan Perayaan Seremonial HUT RI 76. Jarak kediamannya yang jauh ke sekretariat Sanggar Seni Nabasa, membuat Marala akhirnya memutuskan untuk mendirikan Sanggar Seni di Desa Pariksabungan Silangit, Kabupaten Tapanuli Utara.
"Awal mula saya mendedikasikan diri di kelompok sanggar seni yaitu di Sanggar Seni Nabasa, selama saya ikut dalam bagian sanggar seni tersebut, beberapa kali telah ikut tampil dalam event. Jauhnya jarak menjadi kendala yang saya rasakan hingga akhirnya saya putuskan untuk membentuk sanggar seni di Tapanuli Utara," tambahnya.
Sanggar seni yang telah memiliki akte notaris, NIB dan terdaftar di Kemenkumham ini saat ini fokus pada pengembangan dan pelatihan Tari Tortor, Musik Hondan, Musik Akustik dan bela diri Mossak dengan dibantu oleh pelatih Mossak, pelatih Tortor, pelatih musik dan pembina Sanggar Seni, GJM Purba yang juga seorang budayawan.
Diketahui, Sanggar Seni Mata Guru Roha Sisean telah beberapa kali tampil di berbagai event seperti Launching Brand Bakti Raja yang diselenggarakan oleh Wise Steps Foundation dan Australia Global Alumni Pesta Senandung Danau Toba, Lake Toba Traditional Music Festival di Kabupaten Toba, Penyambutan rombongan PT Sinar Mas di Makam Pahlawan Sisingamangaraja Bakkara, Sepekan Art Festival di Tarutung, Festival Ombus-Ombus di Siborong-borong dan event lainnya.
Marala Situmorang yang memiliki aktivitas keseharian sebagai Guru di SMA Negeri 1 Siborong-borong tersebut berharap agar kedepannya Sanggar Seni Mata Guru Roha Sisean dapat terus melakukan upaya pewarisan dan pembumian Warisan Budaya Batak di tengah era modernisasi kini lewat tari Tortor dan bela diri Mossak kepada seluruh masyarakat di Tapanuli Utara khususnya para pemuda agar warisan budaya ini dapat terus terjaga dan tidak luntur di tengah-tengah modernisasi zaman.
"Kita semua yang tergabung di dalam Sanggar Seni Mata Guru Roha Sisean berharap agar dapat terus melakukan pembumian dan pewarisan kebudayaan Batak ini agar dapat terjaga dan terawat sampai puluhan bahkan ratusan tahun kedepan, karena ini adalah warisan budaya dari Tapanuli untuk Ibu Pertiwi," tandas Marala.
Editor : Jafar Sembiring