JAKARTA, iNews.id- Saat ini, dunia digital telah berkembang pesat sehingga dapat membantu seluruh kalangan dalam melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk berdagang.
Walaupun begitu, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Drs. Samsul Widodo, MA mengatakan jika masih terdapat beberapa isu terkait digitalisasi di Indonesia.
“Digital literasi ini kalau kita lihat, kita ini termasuk kategori rendah karena 65% masyarakat Indonesia percaya informasi di dunia maya tanpa pengecekan, sehingga sebenarnya kita masih punya tugas yang cukup berat”, kata Drs. Samsul Widodo dalam webinar Ngobrol Bareng Legislator, Jum’at, 17 Juni 2022.
Maka dari itu, Kementerian, termasuk Kominfo, berupaya untuk meningkatkan literasi digital masyarakat Indonesia.
Beberapa strategi yang digunakan untuk meningkatkan literasi digital masyarakat adalah dengan mengadakan pelatihan-pelatihan mengenai literasi digital ke banyak pihak, misalnya kepala desa dan sebagainya.
Informasi yang diberikan dalam pelatihan tersebut meliputi bagaimana memanfaatkan teknologi dengan baik, resiko dalam menggunakan internet, dan dampak negatif konten yang negatif.
Menurutnya hal tersebut perlu ditekankan kepada masyarakat, terutama generasi muda, agar terhindar dari bahaya internet.
Dia juga menjelaskan jika dampak negatif ini juga mempengaruhi secara khusus kegiatan usaha.
“Kami itu mengenal ada yang namanya triple disruptions. Jadi banyak kegiatan usaha yang terancam karena adanya digitalisasi. Jadi karena adanya digitalisasi, generasi milenial ini jadi digital banget. Sudah banyak bukti-buktinya bahwa digitalisasi ini memiliki sisi positif dan negatif, jadi bagaikan pedang bermata dua," terangnya.
"Contohnya giant, matahari, yang tutup akibat pandemi, terus BNI yang jarang buka cabang sekarang, dan gramedia yang dulu kita datang kesana, dan juga centro nih banyak yang mulai tutup karena banyak orang yang datang ke mall hanya untuk ngecek harga habis itu dicari di online, harganya lebih murah, eh belinya di online. Inilah resiko dan tantangan yang kita hadapi”, tutur Samsul dalam webinar kali ini.
Maka dari itu, untuk membantu masyarakat, Kementerian membantu masyarakat dengan mengeluarkan dana desa untuk pengembangan teknologi dan informasi.
Dana desa tersebut digunakan dalam banyak hal, antaranya pengadaan dan pembangunan tower untuk jaringan internet, pengadaan komputer dan laptop, pengadaan smartphone, sosialisasi pemanfaatan internet, dan pelatihan penggunaan aplikasi.
Hal tersebut juga sudah diatur dalam Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Dengan adanya undang-undang tersebut, Pemerintah Desa harus menginventariskan dan mengembangkan potensi desa dengan informasi digital, program kerja, dan rencana kerja yang matang.
"Salah satu potensi yang dapat dikembangkan melalui digitalisasi adalah sektor ekonomi dan kewirausahaan," bebernya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Suryakencana, Dr. H. Dadang Husen Sobana, M.Ag, CSBA, sebagai narasumber kedua dalam webinar kali ini mengatakan apabila masyarakat desa tidak beradaptasi dengan dunia digital, maka hal tersebut akan mempersulit masyarakat dalam beradaptasi dengan kehidupan saat ini.
"Maka dari itu, perlunya untuk memaksimalkan pembangunan desa dan memaksimal ekonomi digital agar masyarakat desa dapat memanfaatkan dunia digital dengan baik untuk kehidupan yang lebih mandiri dan produktif," sebutnya.
Dia juga memberikan empat langkah yang dapat diikuti untuk memaksimalkan ekonomi pedesaan di era digital.
"Keempat langkah tersebut adalah memberikan deskripsi produk dan penamaan yang efektif, memasang harga yang kompetitif, mengunggah foto produk yang menarik, dan memasarkan barang lewat fitur e-commerce dan media sosial yang dimiliki," pungkasnya.
Editor : Ismail