MEDAN, iNewsMedan.id – Di tengah hiruk-pikuk Pasar Pekan, seorang pria dengan kemeja hijau serta tas selempang yang dikenakannya tampak sibuk menata dagangan. Roy Triananda (32), seorang ayah sekaligus pedagang pakaian anak, telah menghabiskan satu dekade hidupnya berpindah-pindah tempat untuk mencari nafkah.
Berjualan di pasar bukanlah hal mudah, tetapi bagi Roy, usaha ini adalah jalan hidup yang harus ia tempuh demi keluarga tercinta.
"Saya sudah jualan pakaian anak sejak 10 tahun lalu. Kadang harus pindah tempat karena pasar pekan punya daya tarik bagi pelanggan, tapi saya tetap bertahan. Ini sudah jadi sumber penghasilan utama untuk keluarga," ujar Roy, saat ditemui tim iNews Medan di Pasar Makmur Tembung Pekan Jumat, (7/3/2025)
Roy merupakan warga yang tinggal di Perumnas Mandala Medan Denai, menjual pakaian anak dengan harga yang cukup terjangkau, berkisar antara Rp15.000 hingga Rp50.000. warga berlalu lalang di pasar menjadi target pelanggannya.
"Kalo disetiap pekan kan pindah pindah tempat, jadi setiap hari pelanggan beragam yang datang," ungkapnya.
Roy Triananda, seorang pria dengan kemeja hijau serta tas selempang saat sedang berjualan pakaian anak. (Foto: iNewsMedan.id/Mayfazri)
Dalam kesehariannya, Roy mengakui bahwa omzet yang didapat tidak menentu, tergantung jumlah pembeli setiap harinya.
"Kadang hanya Rp200.000, kadang bisa sampai Rp2.000.000. Tapi saat Ramadhan, omzet meningkat cukup signifikan," ungkapnya.
Roy mengungkapkan bahwa masa pandemi COVID-19 menjadi momen tersulit dalam usahanya. Penjualan pakaian anak yang biasanya stabil mendadak menurun drastis karena orang-orang lebih memilih untuk tetap di rumah.
"Saat COVID-19, semua jadi sulit. Omzet turun karena orang-orang tidak keluar rumah, sementara kami hanya bisa berdagang di pasar pekan," kenangnya.
Dengan kondisi tersebut, Roy harus beradaptasi dan bertahan di tengah keterbatasan pelanggan serta penurunan pendapatan.
Hari Minggu menjadi momen paling ramai bagi dagangannya, terutama di Pasar Pekan Percut, yang memang lebih besar dibanding pasar lainnya. Ia mulai berjualan dari jam 11 siang hingga menjelang Magrib.
Meskipun pasar pekan beroperasi setiap hari, Roy memutuskan untuk libur setiap hari Rabu.
"Kalau diikuti terus, berjualan di pekan ini tidak ada liburnya. Jadi, saya ambil libur satu hari agar tetap bisa istirahat," katanya.
Tak hanya bertahan, dalam 1,5 tahun terakhir, Roy juga berusaha mengembangkan usahanya dengan mengajukan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI sebesar Rp50 juta. Tambahan modal ini ia manfaatkan untuk menambah stok dagangan, sehingga pelanggan memiliki lebih banyak pilihan pakaian anak dengan harga yang lebih bervariasi.
"Saya ajukan KUR BRI sendiri untuk tambah modal, supaya stok lebih banyak dan lebih variatif. Alhamdulillah, sejak itu dagangan jadi lebih laris karena pelanggan punya lebih banyak pilihan," jelasnya.
Hingga saat ini, pembayaran cicilan KUR BRI masih berjalan lancar, sehingga modal usaha tetap terjaga.
Meski penuh tantangan, Roy tetap optimis dalam menjalankan usahanya. Dengan strategi bisnis yang lebih baik dan dukungan modal dari KUR BRI, ia berharap bisa terus berkembang dan memiliki tempat dagang yang lebih stabil di masa depan.
Ardy (31), seorang pengunjung setia Pasar Pekan di Makmur Tembung, Pasar 7, rutin datang setiap hari Jumat untuk berbelanja. Kali ini, ia tampak santai berjalan mengelilingi area pekan, melihat-lihat berbagai dagangan yang ditawarkan para pedagang.
Menurutnya, pekan ini selalu ramai dan menawarkan beragam pilihan barang, mulai dari makanan ringan, jajanan, pakaian, aksesoris, sandal, tas, hingga jam tangan. Bahkan, kebutuhan sehari-hari seperti bahan pokok pun tersedia di sini, membuat pasar ini menjadi tujuan belanja yang lengkap bagi masyarakat sekitar.
"Di sini dagangannya cukup beragam, jadi lebih enak belanjanya. Bisa sekalian ngabuburit sambil keliling pasar sebelum berbuka puasa," ujarnya.
Editor : Chris