MEDAN, iNewsMedan.id - Terdapat tiga tujuan utama dari program behind football yang diinisiasi oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai penyelenggara kompetisi sepak bola di Indonesia, bekerja sama dengan sponsor Liga 2 yaitu Pegadaian.
Program ini tidak terkait dengan kompetisi atau peraturan, melainkan lebih fokus pada membentuk kesadaran bagi semua yang terlibat dalam sepak bola, mulai dari pemain, suporter, pengelola klub, hingga pencinta sepak bola.
Chief Of Business PT LIB, Budiman Dalimunthe, menyatakan bahwa aspek behind football ini merupakan bagian yang terpisah dari kompetisi. Namun, jika ini berjalan lancar, maka hal tersebut akan menjadi sesuatu yang signifikan. Ia juga menegaskan bahwa program ini tidak terkait dengan politik, mengingat situasi politik yang sedang berlangsung saat ini.
"Tujuan program ini ingin sama sama membangun karakter personel di sepak bola. Bila individunya baik, maka klubnya, organisasinya juga akan baik," jelasnya, Sabtu (20/1/2024).
Dia mencontohkan, klub PSMS Medan. Apabila ingin mau menang, tentunya tidak bisa hanya mengandalkan striker yang hebat. Perlu pemain belakang dan tengah yang hebat juga. Begitu juga lainnya.
"Inilah yang ingin dilakukan melalui behind football. Individu yang baik, maka klubnya pun menjadi bagus. Sepak bola dan kompetisinya juga menjadi lebih bagus," jelasnya.
Target pertama yakni, good attitude. Hal ini menjadi basic development dari program ini. Di mana, setiap individu yang terlibat dalam klub selalu menjaga hubungan yang baik. Salah satu, contoh pemain selalu bersalaman dengan pelatih dan lainnya. Apabila hal ini dibiasakan, maka prilaku sesuai norma.
"Karakter ini tidak bisa langsung berubah. Harus dilakukan secara perlahan. Bila sudah terbiasa, maka semua komposisi tim akan menjadi lebih baik, dan tidak bisa dibantahkan klub itu akan menjadi jauh lebih baik. Untuk membiasakan ini dilakukan sebuah kegiatan yang menganalogikan itu," katanya.
Kedua, knowledge. Target ini dianalogikan dengan berbagi kepada anak yatim. Alasan berbagi dengan anak yatim dikarenakan 77 persen dari jumlah penduduk Indonesia merupakan pencinta sepak bola. Bahkan, Indonesia merupakan jumlah terbesar kedua di dunia pencinta sepak bola.
Pecinta sepak bola ini juga terbagi, mulai yang tergabung dalam kelompok suporter, suka menonton bersama keluarga di stadion, suka tapi tidak pernah datang ke stadion dan terakhir karena ikut ikutan.
"Berbagi dengan anak yatim tidak hanya sekadar memberikan bantuan dan pulang. Hal ini tidak memberikan kesan. Bahkan, tidak diingat. Tapi, mereka diberi sentuhan dan pemahaman. Tidak mungkin mereka tidak suka dengan sepak bola. Mereka suka tapi tidak pernah datang ke stadion. Bila dikenalkan lebih, maka mereka semakin paham dan suka. Akhirnya mereka datang ke stadion untuk menonton bola. Kalau mereka datang ke stadion, maka klub semakin diuntungkan. Pendapatan meningkat dari penjualanan tiket masuk," tambahnya.
Ketiga, perilaku. Program ini ingin membentuk perilaku pemain kepada pelatih dan juga wasit di lapangan. Caranya membiasakan diri dari masih muda. Makanya, dilakukan melalui coaching clinic untuk anak anak SSB dan juga membersihkan stadion dengan melibatkan suporter.
"Kita mendorong agar perilaku terhadap wasit berubah. Bagaimana protes yang baik. Pengetahuan tentang peraturan. Sehingga tidak hanya menyalahkan wasit. Cara berpikir harus mulai dirubah. Mereka yang berlatih sepak bola, tidak harus menjadi pemain sepak bola. Persaingan menjadi pemain timnas ketat. Kenapa tidak jadi wasit saja. Dengan begitu wasit yang ada semakin baik. Inilah yang menjadi target behind football. Apa yang di luar sepak bola harus didorong agar berpengaruh kepada klub dan kompetisinya, " pungkasnya.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait