get app
inews
Aa Text
Read Next : Pegadaian Sibolga MoU dengan Kejaksaan dalam Bidang Hukum Perdata dan Tata Usaha

Selalu Ada Harga yang Harus Dibayar dalam Bersengketa

Rabu, 11 Mei 2022 | 14:26 WIB
header img
Ilustrasi hukum (Foto: Istimewa)

Manusia adalah makhluk sosial, Ungkapan klasik yang acap kali terdengar di telinga kita semua. Sebagai makhluk sosial, kita pasti berinteraksi dengan manusia lainnya. Pada proses interaksi tersebut pasti akan timbul kepentingan pribadi. Misalnya, dalam proses jual beli ada kepentingan penjual untuk mendapatkan uang dan ada kepentingan pembeli yang mengharapkan barang yang dia inginkan. 

Sejatinya kepentingan pribadi atau kelompok yang tidak terbatas dapat menjadi konflik yang merupakan sumber sengketa. Sehingga, hukum hadir untuk membatasi dan melindungi kepentingan setiap orang. Selain sebagai pelindung, hukum juga dapat menjadi pencegah serta dapat mengatasi apabila terdapat gesekan antar kepentingan. Gesekan kepentingan yang terjadi jika tidak segera diatasi akan menjadi sengketa. Di Indonesia dikenal 2 cara atau pilihan penyelesaian sengketa

Cara yang pertama adalah litigasi. Pilihan penyelesaian sengketa melalui litigasi disebut juga dengan penyelesaian melalui pengadilan. Proses litigasi (pengadilan) menempatkan para pihak yang bersengketa saling berlawanan satu sama lain. Sehingga dalam proses litigasi terdapat pihak yang menang dan kalah. Proses ini cenderung bersifat formal mengikuti tata cara yang ada di pengadilan dan relatif membutuhkan waktu lama. Pada umumnya sengketa yang timbul karena adanya kepentingan pribadi masuk dalam ranah hukum privat yang merupakan kewenangan pengadilan negeri di lingkungan peradilan umum. 

Cara yang kedua adalah non litigasi. Penyelesaian sengketa melalui non litigasi disebut juga penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternative Dispute Resolution) dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Karakteristik penyelesaian melalui non litigasi adalah kekeluargaan. Tujuan cara penyelesaian sengketa ini menggunakan prinsip win win solution sehingga para pihak tidak ada yang merasa kalah. Pilihan penyelesaian sengketa ini cenderung dilaksanakan secara informal dan waktu yang dibutuhkan relatif singkat. Selain proses dan waktu yang dibutuhkan, masih ada faktor lain yang menjadi keunggulan dan kelemahan cara atau pilihan penyelesaian sengketa antara lain biaya, efektifitas, kerahasiaan, dan faktor-faktor lainnya. Inti dari artikel ini adalah komparasi biaya yang timbul dari beberapa pilihan penyelesaian sengketa. 

Biaya Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan 

Berdasarkan Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas I A Khusus W14.U1/1443/KU.04.2/1/2021 terdapat beberapa komponen biaya untuk mengajukan gugatan perdata yang biasa disebut panjar gugatan. Komponen biaya dalam keputusan tersebut terdiri atas komponen biaya umum dan komponen biaya khusus atau kasuistis. Komponen umum akan sama besarannya setiap pengajuan gugatan perdata antara lain biaya perolehan negara bukan pajak (PNBP), biaya proses alat tulis kantor (ATK), biaya PNBP panggilan pertama untuk penggugat dan tergugat, biaya redaksi, biaya materai, dan biaya PNBP pemberitahuan untuk penggugat dan tergugat. Kendati nominal dari masing-masing komponen biaya umum cenderung kecil namun terdapat komponen biaya khusus yang bergantung pada gugatan yang diajukan, antara lain biaya panggilan penggugat, biaya panggilan tergugat, biaya panggilan mediasi, dan biaya pemberitahuan. Berikut adalah tabel perkiraan biaya panjar gugatan perdata di Pengadilan Negeri Surabaya Kelas I A Khusus:

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa perkiraan biaya panjar gugatan perdata di Pengadilan Negeri Surabaya Kelas I A Khusus adalah 1 sampai dengan 1,6 juta rupiah, bergantung pada jarak domisili penggugat atau tergugat dari pengadilan negeri, jumlah penggugat dan tergugat, serta media publikasi panggilan/pemberitahuan. Perlu digaris bawahi juga, bahwa panjar gugatan merupakan biaya awal untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan, masih banyak biaya lain yang akan timbul sampai dengan sengketa tersebut diputus. Bahkan bila sengketa telah diputus di pengadilan tingkat pertama, tidak menutup kemungkinan pihak yang kalah akan mengajukan upaya hukum banding sampai dengan peninjauan kembali sehingga akan timbul biaya ikutan. 

Biaya Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan 

Biaya penyelesaian melalui pengadilan cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkiraan biaya yang dikeluarkan untuk alternatif penyelesaian sengketa. Misalnya untuk pilihan penyelesaian sengketa melalui negosiasi. Negosiasi adalah suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif (Joni Emirzon, 2000). Pada dasarnya negosiasi sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari manusia sehingga negosiasi merupakan proses penyelesaian sengketa yang paling umum. Proses negosiasi bisa dilakukan dimana saja oleh pihak terkait atau dengan menggunakan perwakilan. Dalam proses negosiasi perlu adanya itikad baik dari para pihak untuk duduk bersama dan menyelesaikan masalah. Negosiasi yang dilakukan tanpa perwakilan cenderung tidak memerlukan biaya karena dapat dilakukan dimana saja, sedangkan negosiasi yang dilakukan dengan menggunakan perwakilan biasanya menimbulkan biaya yang disepakati pihak dengan perwakilannya. Karena negosiasi dapat dilakukan oleh pihak terkait sehingga biaya yang ditimbulkan akan jauh lebih rendah dibandingkan penyelesaian melalui pengadilan. 

Selanjutnya mediasi, mediasi dapat bersifat formal apabila dilakukan sebagai rangkaian proses di pengadilan, namun mediasi juga dapat dilakukan di luar pengadilan dan bukan sebagai rangkaian proses berperkara di pengadilan. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Frans Hendra W, 2013). Pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi selalu melibatkan pihak ketiga yaitu mediator yang bertindak sebagai penengah. Ketentuan terkait mediasi di Indonesia dapat ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Proses mediasi di pengadilan wajib dilakukan untuk semua sengketa perdata yang didaftarkan di pengadilan sebelum pemeriksaan pokok perkara. Mediator dalam mediasi merupakan seseorang yang berprofesi sebagai hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung atau Lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung. Mediasi di pengadilan lebih bersifat formal dan ketentuannya terikat pada Peraturan Mahkamah Agung tersebut. Terkait biaya mediasi di pengadilan bergantung juga pada mediator yang dipilih para pihak. Apabila mediator yang dipilih oleh para pihak dari unsur hakim dan pegawai pengadilan, maka tidak dikenakan biaya jasa mediator. Sebaliknya, apabila mediator yang dipilih bukan dari unsur tersebut maka pengenaan biaya jasa mediator tergantung kesepakatan para pihak. 

Mediasi yang diselenggarakan di luar pengadilan, pada prinsipnya bersifat informal. Mediasi tersebut dapat dilakukan dimana saja dan tidak terikat tahapan sebagaimana mediasi di pengadilan. Kendati proses dan lokasi penyelenggaraan mediasi tersebut berbeda dengan mediasi di pengadilan, namun kesepakatan perdamaian yang ditelurkan sama kuatnya dengan kesepakatan perdamaian hasil mediasi di pengadilan. Kesepakatan perdamaian yang ditelurkan dapat dimohonkan penetapan di pengadilan sehingga menjadi akta perdamaian dengan pengajuan gugatan perdamaian. Selanjutnya biaya untuk penyelenggaraan mediasi di luar pengadilan, bergantung pada kesepakatan para pihak dengan mediator terkait biaya jasa mediator dan bergantung pada biaya akomodasi penyelenggaraan mediasi. 

Pelaksanaan mediasi di pengadilan jarang mencapai kesepakatan karena pada prinsipnya, gesekan kepentingan tersebut sudah menjadi sengketa yang harus di selesaikan. Pihak penggugat sejak mendaftarkan perkara di pengadilan sudah memutuskan bahwa gugatan memang upaya terakhir yang dapat ditempuh guna penyelesaian sengketa, namun tidak menutup kemungkinan beberapa orang tidak mengetahui bahwa ada alternatif penyelesaian sengketa selain melalui pengadilan. Sebaliknya, untuk seseorang yang mengetahui pilihan penyelesaian sengketa akan lebih memilih penyelesaian di luar pengadilan, selain waktu penyelesaian yang lebih cepat, biaya yang dibutuhkan juga dapat diukur dan tidak sebesar biaya berperkara di pengadilan. 

Sebagai manusia yang dikaruniakan akal dan perasaan, baiknya kita selalu mempertimbangkan segala tindakan yang akan dilakukan dan risiko yang akan ditimbulkan. Semangat yang dibangun dalam penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan adalah untuk melindungi kepentingan pribadi. Konflik kepentingan merupakan hal wajar yang mungkin timbul dalam proses kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga. Mitigasi risiko terjadinya konflik akan lebih bijak daripada harus berperkara di pengadilan. Ada harga yang harus dibayar akibat pilihan kita, tidak selalu materiel namun juga imateriel. Pilihan atau cara penyelesaian sengketa sangat bergantung pada kehendak para pihak yang bersengketa, pada intinya apapun cara yang dipilih harus berdasarkan prinsip itikad baik.   

Falahdika Rakasatutya, S.H. 

Jafung Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa Ahli Pertama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Mahasiswa MSS Hukum Kontrak Konstruksi Universitas Andalas.

Editor : Odi Siregar

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut