Dulu Ditakuti, Kini Nusakambangan Jadi Pabrik Batako Rp5,4 Miliar dari Limbah Batu Bara
NUSAKAMBANGAN, iNewsMedan.id – Lapas Nusakambangan yang dulu identik dengan citra kelam, kini perlahan berubah menjadi ruang produktif. Warga binaan di pulau penjara itu tidak lagi sekadar menjalani hukuman, melainkan juga belajar mengolah limbah menjadi sumber penghidupan baru.
Abu sisa pembakaran batu bara dari PLTU Adipala, Cilacap, yang dikenal dengan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), di tangan warga binaan bertransformasi menjadi batako, paving block, roaster, hingga buis beton. Produk-produk itu bukan hanya bernilai jual, tapi juga membuka peluang ekonomi sirkuler yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan.
“Ini sangat membantu kami. Ketika keluar nanti, ilmu ini bisa bermanfaat untuk hidup kami di masyarakat,” kata Kevin Ruben Rafael, warga binaan Lapas Terbuka Nusakambangan.
Listianto, warga binaan lain, merasakan hal serupa. “Alhamdulillah bisa ikut program ini. Saya ingin mandiri, ingin kembali ke masyarakat dengan lebih baik,” ujarnya.
Transformasi itu hadir lewat workshop pengolahan FABA hasil kerja sama Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) dengan PT PLN (Persero). Workshop ini memanfaatkan lahan tidur di Nusakambangan, yang kini disulap menjadi pusat pelatihan keterampilan.
Menteri Imipas, Agus Andrianto, menilai program tersebut sebagai jalan baru dalam pembinaan warga binaan. “Model pelatihan kerja seperti ini yang sedang kami galakkan. Warga binaan harus siap kembali ke masyarakat dengan bekal nyata,” ucapnya.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, melihat lebih jauh dampak program ini. Menurutnya, pemanfaatan FABA bukan hanya soal keterampilan, tapi juga solusi lingkungan yang membuka peluang bisnis.
“Kami bangga, warga binaan mampu memproduksi komoditas produktif. Jika kapasitas workshop berjalan optimal, omzetnya bisa tembus Rp5,4 miliar per tahun,” ujar Darmawan.
Saat ini, ada 30 warga binaan yang aktif mengolah FABA menggunakan dua unit mesin berkapasitas produksi 2 juta paving block dan 1 juta batako per tahun. Darmawan optimistis jumlah peserta akan terus bertambah seiring bimbingan berkelanjutan.
“Disiplin dan etos kerja mereka luar biasa. Produk yang dihasilkan kualitasnya premium dan berpeluang besar menembus pasar industri,” tambahnya.
Dari yang dulu dikenal sebagai “pulau penjara”, Nusakambangan kini bersiap menjadi percontohan nasional: sebuah lapas yang tak lagi sekadar ruang pembatas, tetapi pusat pemberdayaan ekonomi yang melahirkan harapan baru bagi mereka yang pernah tersisih.
Editor : Ismail