Lebih lanjut, Pramudya menegaskan pentingnya penegakan kepatuhan ini dilakukan agar seluruh pekerja mendapatkan hak konstitusinya yakni terlindungi jaminan sosial ketenagakerjaan, dengan begitu setiap pekerja bisa bekerja dengan keras dan bebas cemas dari segala risiko yang mungkin timbul saat bekerja.
BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan dari risiko sosial ekonomi kepada pekerja dan keluarganya apabila risiko dari pekerjaan terjadi, seperti risiko kecelakaan kerja, risiko memasuki hari tua dan pensiun, risiko kehilangan pekerjaan atau terkena pemutusan hubungan kerja hingga risiko kematian.
Hingga bulan Desember 2024, jumlah pekerja yang terdaftar aktif di BPJS Ketenagakerjaan berjumlah 43,43 juta tenaga kerja, di mana 28,1 juta merupakan pekerja Penerima Upah (PU), 9,12 juta tenaga kerja dari segmen pekerja informal atau Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) dan 6,2 juta tenaga kerja dari Jasa Konstruksi dan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Kegiatan ekspos kinerja pengawasan terpadu ini juga dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan dalam mendukung kelapa sawit yang berkelanjutan. Hadir juga beberapa pihak seperti BPJS Kesehatan, Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara hingga perwakilan perusahaan dari sektor perkebunan.
Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kemnaker RI, Yuli Adiratna, mengatakan, usaha yang dilakukan pihaknya dalam pengawasan terpadu tersebut semata-mata hanya untuk kepentingan dan kesejahteraan pekerja, terlebih dengan patuhnya badan usaha atau pemberi kerja dalam memberikan perlindungan sosial ketenagakerjaan.
Editor : Odi Siregar