MEDAN, iNewsMedan.id - Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail merupakan salah satu kisah yang sangat penting dalam Islam, khususnya terkait dengan ibadah haji, Hari Raya Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban.
Nabi Ibrahim dikaruniai putra setelah melewati penantian yang begitu panjang. Nabi Ibrahim akhirnya dikaruniai seorang putra bernama Ismail dari istrinya Siti Hajar. Mereka hidup dengan penuh ketaatan dan keikhlasan kepada Allah SWT.
Suatu malam, Nabi Ibrahim mendapat mimpi yang memerintahkannya untuk menyembelih putranya tercinta, Ismail. Awalnya, Nabi Ibrahim merasa bingung dan bimbang. Namun, beliau sebagai nabi yang saleh dan taat, yakin bahwa mimpi tersebut berasal dari Allah SWT.
Dengan hati yang berat namun dipenuhi keikhlasan, Nabi Ibrahim menceritakan mimpinya kepada Ismail. Ismail yang sudah remaja saat itu pun menerima perintah tersebut dengan penuh kesabaran dan keikhlasan karena dia berkeyakinan kuat mimpi ayahnya tadi berasal dari Allah Ta'ala. Akhirnya mereka berdua pergi ke sebuah bukit yang tandus.
Nabi Ibrahim dan Ismail berusaha tegar dan mantap untuk melaksanakan perintah tersebut. Nabi Ibrahim menutup mata Ismail dengan kain dan mengikatkannya.
Ketika pisau sudah hampir mengenai leher Ismail, Allah SWT, yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat keikhlasan hamba-Nya, tidak membiarkan Ismail disembelih. Seekor domba jantan yang besar dan gemuk dihadirkan Allah SWT sebagai ganti Ismail.
Hikmah dari ujian Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menunjukkan peristiwa ini menunjukkan keikhlasan dan keteguhan iman Nabi Ibrahim dan Ismail.
Mereka berdua rela mengorbankan apapun demi menjalankan perintah Allah SWT. Kisah ini juga menjadi dasar pelaksanaan ibadah kurban yang dilakukan umat Islam setiap Hari Raya Idul Adha.
Sementara pelajaran yang dapat dipetik keteguhan iman dan ketaatan kepada Allah SWT di atas segalanya.
Pentingnya kesabaran dan kepasrahan dalam menghadapi ujian. Semangat berbagi dan berkurban untuk sesama.
Dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dapat ditarik benang merah bahwa keikhlasan dan rela berkurban menjadi hal yang sangat mendasar dan penting bagi semua manusia.
Begitupun untuk menjadi seorang pemimpin sangat dibutuhkan keikhlasan dan rela berkorban. Keikhlasan adalah kualitas penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Keikhlasan berarti melakukan sesuatu dengan niat yang tulus tanpa pamrih dan demi kebaikan bersama.
Bagi seorang calon pemimpin atau yang sudah menjadi pemimpin keikhlasan merupakan salah satu sifat penting yang harus dimiliki seorang pemimpin.
"Pemimpin yang ikhlas memimpin bukan karena ambisi pribadi, popularitas, atau keuntungan materi, melainkan karena rasa tanggung jawab dan pengabdian untuk kebaikan rakyatnya," ujar Nikson Nababan, bakal calon gubenur Sumatera Utara 2024.
Nikson Nababan melanjutkan, kepemimpinan yang ikhlas akan membawa banyak manfaat bagi rakyat dan bangsa. Pemimpin yang ikhlas akan mampu menciptakan pemerintahan yang adil, aman, dan sejahtera.
"Sosok pemimpin demikian akan menjadi teladan bagi rakyatnya dan memotivasi mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik," bebernya dalam pesannya yang dikirim Sabtu, 15Juni 2024
Nikson Juga membeberkan beberapa ciri-ciri pemimpin yang ikhlas yakni:
1. Menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi. Pemimpin yang ikhlas selalu memprioritaskan kebutuhan dan kepentingan rakyatnya di atas kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Mereka tidak akan menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri atau keluarga.
2. Bekerja dengan penuh integritas dan transparansi. Pemimpin yang ikhlas selalu menjunjung tinggi integritas dan transparansi dalam segala tindakannya. Mereka terbuka kepada rakyat dan siap menerima kritik dan saran demi kemajuan bersama.
3. Rela berkorban demi rakyat. Pemimpin yang ikhlas tidak segan untuk berkorban waktu, tenaga, dan bahkan harta demi kesejahteraan rakyatnya. Mereka tidak akan ragu untuk turun ke lapangan dan membantu rakyat secara langsung.
4. Mendahulukan kepentingan rakyat dalam mengambil keputusan. Pemimpin yang ikhlas selalu mempertimbangkan dengan matang setiap keputusan yang diambilnya. Mereka tidak akan mengambil keputusan yang hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi keputusan yang terbaik untuk rakyat secara keseluruhan.
5. Mencari ridho Tuhan. Pemimpin yang ikhlas menjadikan ridho Tuhan sebagai tujuan utama dalam kepemimpinannya. Mereka tidak hanya fokus pada pencapaian duniawi, tetapi juga berusaha untuk menjalankan kepemimpinannya sesuai dengan perintah. agama.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta