APA jadinya bila Abu Nawas kejatuhan rezeki nomplok dapat uang seratus keping.
Abu Nawas malah bingung.Dia heran dari mana datangnya uang itu. Abu Nawas pun sangat penasaran.
Berawal dari masa jauh sebelum Abu Nawas menjadi Staf Khusus Baginda Raja Harun Al Rasyid, kehidupan ekonominya boleh dibilang masuk kategori keluarga prasejahtera. Ia bisa makan sedikit enak bila ada rezeki nomplok, seperti dapat hadiah dari Raja.
Itu pun biasanya sebagian dia bagi-bagikan kepada masyarakat miskin lainnya. Lantaran sudah biasa hidup pas-pasan, Abu Nawas tidak pernah mengeluh. Tapi, kondisi yang demikian tentu saja berbeda dengan sang istri. Belahan hati Abu Nawas ini sering mengeluh.
"Apakah hidup kita akan terus begini? Miskin," ucapnya. "Tapi aku mengabdi kepada Allah Subhanahu wa ta'ala saja," jawab Abu Nawas santai. "Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah Ta'ala," spontan istrinya menyahut.
Dasar Abu Nawas. Merespons omongan istrinya, ia pun langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras,
"Ya Allah, berilah hamba upah 100 keping perak!" ucapan itu dilakukan berulang-ulang. Sudah pasti sang tetangga pun mendengar teriakan itu. Ia ingin mempermainkan Abu Nawas. Dia melemparkan 100 keping perak ke kepala Abu Nawas.
Sang tetangga menjadi terkejut karena begitu uang itu mengenai kepala, Abu Nawas langsung membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira sambil berteriak, "Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah." Sang istri tidak kalah senangnya begitu suaminya menyerahkan uang itu.
Tidak lama muncul sang tetangga yang menyerbu rumah Abu Nawas. Ia meminta kembali uang yang baru dilemparkannya. Abu Nawas menjawab, "Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah."
Tetangganya marah. Ia mengajak Abu Nawas menghadap hakim. Abu Nawas Kejatuhan 100 Keping Uang Malah Kebingungan Yusuf Abu Nawas berkelit, "Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka buruk kepada orang miskin." "Maksudmu?" tanya sang tetangga tidak mengerti. "Pinjamkan aku jubah dan kuda," jawab Abu Nawas.
Demi uangnya kembali, sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda. Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim. Tetangga Abu Nawas segera mengadukan kasusnya itu kepada hakim. Ia bercerita secara detail kejadiannya.
"Bagaimana pembelaanmu?" tanya hakim kepada Abu Nawas. "Tetangga saya ini gila, Tuan," jawab Abu Nawas. "Apa buktinya?" tanya hakim. "Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini miliknya.
Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya." Dengan kaget, sang tetangga berteriak, "Tetapi itu semua memang milikku!" Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus. Abu Nawas menang.
Wallahu a'lam bishawab.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar