get app
inews
Aa Read Next : Easycash Kolaborasi dengan AFPI dan OJK untuk Mendukung UMKM Sumatra Utara

Membaiknya Daya Beli, Perekonomian Sumut 2022 Diprediksi 4,9 persen

Sabtu, 01 Oktober 2022 | 13:13 WIB
header img
Kepala Kantor Bank Indonesia Wilayah Sumatera Utara, Doddy Zulverdi menyebut, daya beli masyarakat yang telah membaik membuat perekonomian Sumatera Utara diprediksi tumbuh 4,9 persen. (Foto: Istimewa)

MEDAN, iNewsMedan.id - Semakin pulihnya mobilitas dan membaiknya daya beli nantinya akan mendorong konsumsi masyarakat. Hal itu pun terlihat dari perekonomian Sumatera Utara (Sumut) tahun 2022 yang diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun 2021 dengan rentang proyeksi sebesar 4,1 persen hingga 4,9 persen (yoy).

Kepala Kantor Bank Indonesia Wilayah Sumatera Utara, Doddy Zulverdi mengatakan, tetap tingginya harga komoditas utama serta berlanjutnya program PEN diprediksi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2022 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. 

"Akan tetapi, berlanjutnya konflik geopolitik yang berisiko melanjutkan gangguan rantai pasok global serta perkembangan ekonomi global yang diwarnai peningkatan inflasi menjadi hal yang perlu diwaspadai," katanya dalam kegiatan Bincang Bareng Media (BBM) di Medan, Sabtu (1/10/2022).

Doddy menjelaskan, ada beberapa faktor-faktor yang mendorong bias atas yakni yang pertama membaiknya krisis geopolitik global sehingga turut mendorong perbaikan rantai pasok dan menstabilkan tekanan inflasi.

"Kedua, terus berlanjutnya program PEN seperti KUR 3 persen, insentif bantuan tunai, dan insentif PPN-DTP (Ditanggung Pemerintah) yang dapat menjaga daya beli masyarakat," jelasnya.

Ketiga, tetap tingginya harga ekspor komoditas utama yang dapat mendorong penguatan produksi dan investasi.

Lebih lanjut, adapun faktor yang mendorong bias bawah yakni yang pertama pandemi Covid-19 yang belum selesai dan wabah penyakit baru yang berisiko menahan mobilitas dan aktivitas masyarakat. Kedua, konflik geopolitik yang terus berlanjut dapat memperpanjang kebijakan proteksionisme pangan global sehingga kembali mengganggu rantai pasok dan mendorong kenaikan inflasi global.

"Ketiga, potensi perlambatan ekonomi negara mitra (a. Perekonomian Tiongkok yang terus menurun, b. Penurunan produksi industri manufaktur di Eropa terkait penetapan efisiensi gas) yang lebih dalam dan dapat berdampak pada permintaan dan mempengaruhi kinerja ekspor," ujarnya.

Keempat, konflik geopolitik yang berkepanjangan dapat mengakibatkan sikap investor yang wait and see dan cenderung berinvestasi kepada aset safe haven, dan yang kelima dampak lanjutan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan penurunan harga komoditas utama, seperti CPO. 

Secara terpisah, salah satu pelaku UMKM di Sumut, Wiwin S Wedari menambahkan, terkait pertumbuhan ekonomi di Sumut juga berdampak kepada perkembangan UMKM yanh dirintisnya. 

Menurutnya, sebelum kenaikan bahan bakar minyak (BBM) memang ada kenaikan pembelian di outlet dan reseller regular dan pengiriman barang ke luar kota juga meningkat. Namun, setelah BBM naik, terjadi penurunan pembelian di beberapa outlet.

"Kemungkinan besar konsumen terkejut dengan kenaikan BBM yang juga berpengaruh dengan kenaikan beberapa bahan pokok sehingga pembelian snack yang dijual terganggu. Bahkan, sebelumnya untuk permintaan barang ke luar negeri sudah mulai masuk tapi sempat terhenti karena Covid-19," ujar Wiwin yang menjual cemilan jadul ini.

Editor : Odi Siregar

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut