Kisah Lucu Kolonel Solihin GP, Tidur Ngorok saat Diumumkan Jadi Pangdam
![header img](https://img.inews.co.id/media/600/files/networks/2022/07/14/c8e81_solihin-gp.jpg)
JAKARTA, iNews.id - Perjalanan karir prajurit TNI tentu melewati fase sebagai pengawal atasan. Maka, saat bertugas harus siap siaga dan tak boleh lengah.
Namun hal sebaliknya justru dialami Kolonel Solihin Gautama Prawiranegara. Pria yang akrab disapa Solihin GP ini malah dipromosikan ke jabatan lebih tinggi yakni panglima komando daerah militer alias pangdam. Kok bisa?
Kisah ini bermula saat Panglima Kodam XVI Hasanuddin Kolonel M Jusuf datang ke Makassar, Sulawesi Selatan. Dia mengajak Solihin ke Jakarta untuk ikut dalam suatu acara syukuran penunjukan dirinya sebagai menteri.
Pada Juni 1965, Presiden Soekarno menyempurnakan Kabinet Dwikora. Jusuf yang saat itu masih berstatus Pangdam Hasanuddin diangkat sebagai Menteri Perindustrian Ringan. Praktis dia rangkap jabatan.
Status sebagai menteri plus pangdam itu dijalaninya hingga terjadi peristiwa G30S/PKI. Usai tragedi nasional tersebut, Menpangad yang baru, Letjen Soeharto, mengakhiri jabatan Jusuf sebagai pangdam.
Bagi Jusuf, Solihin bukan orang asing. Guru SSKAD pada kurun 1954-1956 di Bandung itu merupakan perwira tempur yang turut terlibat dalam operasi penumpasan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan. Itu operasi militer panjang yang dipimpin Jusuf sebagai pemegang tongkat komando teritorial Sulsel.
Saat Soeharto menanyakan calon penggantinya, Jusuf merekomendasikan nama Solihin. Kendati demikian, Jusuf tak sekali pun memberitahukan hal tersebut kepada bawahannya itu. Tidak heran Solihin ogah-ogahan ketika hendak diajak ke Jakarta.
“Ah, tidak usah saja Pak. Itu kan acara untuk Bapak,” kata Solihin dikisahkan Atmadji Sumarkidjo dalam buku 'Jenderal M Jusuf: Panglima Para Prajurit'.
Jusuf tentu saja tidak mau ajakannya ditepis. Dia kembali memerintahkan secara tegas.
“Tidak, kau harus ikut,” kata mantan ajudan pendiri Kesko TT (cikal bakal Kopassus) Kolonel Alex Kawilarang ini.
Tiba di Jakarta, Solihin ternyata tidak dibawa lebih dulu ke rumah Jusuf atau penginapan. Dia langsung diajak ke tempat acara syukuran.
Apa mau dikata, rasa capek dan kantuk yang hebat menderanya. Begitu Jusuf mulai ke podium dan berpidato, Solihin yang duduk di kursi tamu undangan tertidur pulas.
Sebelum matanya benar-benar terpejam, pria berdarah Sunda ini sayup-sayup mendengar isi pidato. Kepada para hadirin, Jusuf memberitahukan tugasnya sebagai Pangdam Hasanuddin telah berakhir. Selanjutnya dia akan bertugas penuh di Jakarta sebagai menteri Bung Karno.
Jusuf lantas menyinggung calon penerusnya di Makassar. Siapa dia?
“Yang akan menggantikan saya sebagai Panglima Kodam XIV Hasanuddin ini adalah perwira yang sedang ngorok di sebelah saya ini,” kata Jusuf menunjuk orang di sisinya.
Yang dimaksud Jusuf tentu saja Solihin. Mendengar pengumuman tersebut ajudan Solihin panik dan buru-buru membangunkan. Kontan Solihin terkejut. Dia gelagapan.
“Ada apa sih,” tanya dia setengah terperanjat.
Sang ajudan, Letnan Said, memberitahu M Jusuf baru saja mengumumkannya sebagai Pangdam yang baru. Solihin kaget bukan kepalang, anggota Pasukan Kujang Kodam Siliwangi itu cepat-cepat mencoba tersadar dan duduk tegak.
Singkat cerita acara syukuran itu pun selesai. Di situ lah Solihin protes ke Jusuf.
“Pak, kalau menunjuk saya menjadi Panglima (Pangdam), kasih tahu dulu dong. Jangan di saat saya lagi tidur. Saya jadi malu, nanti bagaimana penilaian rakyat pada saya,” ucapnya.
Mendengar celotehan itu Jusuf, seperti biasa, merespons santai.
“Ah, kau bereskan saja nanti,” ucap Jusuf.
Kolonel Solihin GP akhirnya dilantik sebagai Pangdam XIV Hasanuddin pada 27 Desember 1965. Kariernya berlanjut sebagai Gubernur Akabri Umum dan Darat, 1968-1970. Solihin, tentara kelahiran Tasikmalaya ini kemudian menjabat Gubernur Jawa Barat periode 1970-1975.
Hingga kini dia dikenal sebagai sesepuh dan tokoh Sunda dengan panggilan populer Mang Ihin. Jabatan lain selepas sebagai gubernur yakni Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan (1977-1992), anggota Dewan Pertimbangan Agung (1992-1997), dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (1998). Pangkat militer terakhirnya bintang tiga alias letnan jenderal.
Editor : Odi Siregar