WASHINGTON - Presiden Nusantara Foundation dan Imam/Direktur Jamaica Muslim Center Imam Shamsi Ali Al-Kajangi menilai sistem demokrasi di India berubah menjadi ‘demo-crazy’. Pasalnya, Ia mengutuk tindakan represi yang dialami umat Muslim di negara tersebut.
Dia menyoroti pemerintahan Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi yang dianggap diskriminatif pada warga Muslim.
“India dikenal menjadi salah satu demokrasi terbesar bersama Amerika Serikat dan Indonesia. Tapi sejak Modi dan partai politiknya yang radikal, BJP, mengambil kekuasaan, India berubah dari demokrasi jadi ‘demo-crazy’ dan ‘kemunafikan’,” tegas dia dalam keterangan di akun Instagram miliknya.
Dia menambahkan, “Sejak Modi dan partai radikal BJP berkuasa India berubah dari Demokrasi menjadi Negara penuh kegilaan dan kemunafikan.”
“Itu salah satu kata-kata yang disampaikan di pawai kami menentang represi India pada Muslim, termasuk upaya mereka melarang hijab di sekolah-sekolah dan universitas-universitas,” papar dia.
“Memalukan, memalukan, kalian memalukan. Membunuh Muslim karena makan daging sapi, tetapi mengekspor sapi untuk McDonalds,” ujar dia.
Dia kembali menjelaskan, “Kalian membunuh orang Islam karena makan daging sapi. Tapi pengekspor terbesar ke 4 sapi untuk McDonalds. Memalukan!”
Perdana Menteri India Narendra Modi dan Partai sayap kanan Bharatiya Janata Party, atau BJP, telah lama mengipasi sentimen anti-Muslim sebagai bagian dari strategi kemenangan pemilu untuk menggalang dukungan dari mayoritas umat Hindu, yang merupakan 80% dari 1,4 miliar penduduk India.
Namun kekerasan dan pelecehan terhadap warga Muslim telah meningkat menjelang pemilu majelis di lima negara bagian bulan ini dan berikutnya.
Kemenangan yang menentukan di kubu Partai Uttar Pradesh dapat menandakan kelangsungan politik nasionalisme Hindu dan meningkatkan peluang Modi memenangkan masa jabatan ketiga pada 2024.
“BJP telah mengirim pesan bahwa tidak apa-apa mengejar Muslim,” ujar Aakar Patel, ketua Amnesty International India. Dia memperingatkan, “Inilah yang membuat mereka populer. Inilah mengapa kami melihat serangan dan penganiayaan di tingkat bawah.”
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait