MEDAN, iNewsMedan.id- Pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Sumatera Utara, Ali Yusran Gea menyebutkan wacana tim penasihat hukum Lukas Enembe yang meminta penanganan perkara dugaan korupsi di Provinsi Papua menggunakan hukum adat sebagai wacana yang tidak masuk akal. Menurutnya proses penegakan hukum terhadap suatu kejahatan tetap harus dilakukan lewat hukum positif yang berlaku secara nasional.
Bahkan kata Ali Yusran, pernyataan yang dilontarkan pengacara Gubernur Papua itu sebagai bentuk menghalangi proses penegakan hukum.
"Pengacara itu membuat isu yang tidak masuk akal dan mencerminkan menghalangi proses hukum. Jadi walaupun pengacara itu tidak bisa dipidana, gak bisa diperdata dalam membela kliennya tapi kalau ucapannya atau tindakannya ada menghalangi unsur proses hukum, itu bisa menjadi masalah," ucap Ali Yusran Gea kepada wartawan, Kamis (13/10).
Menurut Yusran, Indonesia merupakan negara hukum. Maka sepatutnya setiap warga menghormati proses hukum. Dia berharap pihak kuasa hukum Lukas Enembe tidak memunculkan isu-isu yang justru akan dinilai sebagai sebuah tindakan menghalangi proses penegakan hukum.
"Jadi Enembe dan pengacaranya tidak boleh itu munculkan variabel lain, alasan sosiologi, alasan budaya, alasan ada konflik. Itu kan semua termasuk menghalang-halangi proses penegakan hukum juga," ujarnya.
"Sebenarnya kalau pengacaranya mau. Yakin Enembe tidak bersalah, praperadilankan. Dasar itu lah nanti meng SP3 kan kasus ini," imbuh Yusran.
Yusran kembali menegaskan pengacara tak boleh menghalang-halangi proses pidana. Pasalnya kasus ini sudah masuk dalam ranah pidana. "Apa Contohnya dia menghalangi, pengacara itu memunculkan isu ini bakalan ada konflik, bakal ribut, turunan raja tidak boleh, tidak bisa diintervensi itu. Jadi proses hukum itu tak boleh diintervensi apapun itu," pungkasnya.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal tetap memproses hukum Gubernur Papua Lukas Enembe (LE) menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Diketahui, Lukas merupakan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di Papua.
"KPK menyayangkan pernyataan dari penasihat hukum tersangka, yang mestinya tahu dan paham persoalan hukum ini, sehingga bisa memberikan nasihat-nasihat secara professional," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Selasa (11/10/2022).
"Kami khawatir statement yang kontraproduktif tersebut justru dapat menciderai nilai-nilai luhur masyarakat Papua itu sendiri," sambungnya.
Ali menerangkan bahwa KPK tetap menghormati penerapan hukum adat. Sebab memang, kata Ali, eksistensi seluruh hukum adat di Indonesia diakui keberadaannya. Namun, proses penegakan hukum terhadap suatu kejahatan tetap harus dilakukan lewat hukum positif yang berlaku secara nasional.
"Terlebih korupsi, maka baik hukum acara formil maupun materiil tentu mempergunakan hukum positif yang berlaku secara nasional," ungkap Ali.
Sekadar informasi, KPK telah menetapkan Gubernur Papua, Lukas Enembe sebagai tersangka. Berdasarkan informasi yang dihimpun, Lukas diduga terjerat sejumlah dugaan kasus korupsi.
Editor : Ismail
Artikel Terkait