MEDAN, iNews.id - Pengacara D'Caldera Coffee, Joni Silitonga minta kepada pihak kepolisian membebaskan massa aksi yang diamankan akibat kericuhan yang terjadi pada saat eksekusi D'Caldera Coffee di Jalan Sisingamangaraja, Kota Medan. Rabu (13/7/2022).
Pengacara Caldera Coffee Joni Silitonga mengatakan pihaknya masih mendampingi 32 orang yang ditangkap dan dibawa ke Polrestabes Medan.
“Kita mendampingi mereka di Polrestabes untuk dilakukan interview, karena dianggap kita menghalangi proses eksekusi. Padahal kita, mempertahankan haknya karena sampai saat ini, sertifikat hak miliknya masih sah dan masih dijadikan jaminan di bank BTN gitu,” ujar Joni.
Dia menyayangkan aksi dari pihak kepolisian yang menangkap massa dari Caldera Coffee. Dia menilai polisi tidak netral.
“Seharunya kan mereka bagian dari pengamanan, tetap melihat hukum tidak dengan kacamata kuda ketika di eksekusi, sementara pemilik bagunan tanah itu adalah klien kami berdasarkan sertifikat hak milik itu,” ujarnya.
Karena itu dia, meminta kepada pihak kepolisiaan segera membebaskan massa yang ditangkap.
“Tadi ada beberapa organiasasi berdialog pada Kasatreskrim Polrestabes, supaya yang ke 32 dilepaskan di balikkan hari ini juga, karena mereka mempertahankan hak artinya berdasarkan PTUN negara itu milik klien kami,” ujar Joni.
Sementara itu, Kasatreskrim Polrestabes Medan Kompol M Fathir mengungkapkan bahwa, kronologi penangkapan berawal dari saling dorong antara massa dari D'Caldera Coffee dan pihak kepolisian.
“Sejauh ini ada 32 orang yang diamankan, terkait eksekusi di D'Caldera Coffee,” ujar Teuku Fathir, Rabu (13/7/2022) malam.
Fathir menambahkan, massa Caldera Coffee diduga menghalangi penertiban yang dilakukan oleh petugas hingga terjadi kericuhan.
"Saat ini mereka masih menjalani pemeriksaan di Polrestabes Medan," pungkasnya.
Diketahui selain menjadi kafe, D'Caldera Coffee juga menjadi sekret organisasi Rumah Karya Indonesia (RKI) dan Forum Sisingamngaraja XII. Karena itu saat proses eksekusi banyak aktivis turun melakukan penolakan.
Sebelumnya, juru sita Pengadilan Negeri Medan, Darwin mengatakan, eksekusi sudah berkekuatan hukum tetap.
"Jadi penetapan ini, berdasarkan gugatan perkara nomor 79/perdata gugatan/2006/ PNMedan, yang sudah berkekuatan hukum tetap," kata Darwin kepada wartawan.
Disinggung apakah kasus ini masih dalam segketa hukum, Darwin tidak mendetailkannya. "Jadi sudah ada perlawanan-perlawanan dari pihak termohon, eksekusi dalam hal ini John Robert, jadi semua sudah ditolak," terang Darwin.
Sementara itu, Jonni Silitonga, kuasa hukum dari John Robert menyatakan bahwasanya sertifikat hak milik (SHM) nomor 381 dan 382 milik klien mereka hingga saat ini masih sah. Karenanya, sambung dia, hal ini juga yang menjadi alasan kenapa kliennya melawan eksekusi.
"Kenapa kami melawan eksekusi karena sertifikat ini masih sah milik klien kami. Sertifikat 481 dan 482 setelah digugat pemohon eksekusi, itu gugatan itu ditolak. (Dalam) eksekusi ini juga, pemohonan pertama kita tidak dimasukkan sebagai salah satu pihak yang mereka gugat sampai pihak kasasi," ujarnya.
Sedangkan kuasa hukum pemohon eksekusi Oktaman Simanjuntak di lokasi kepada wartawan mengatakan poroses eksekusi tersebut telah dilakukan penggugat sesuai dengan prosedur, yang mana hal tersebut dilaksanakan berdasarkan keputusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.
"Sehingga proses eksekusi yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka penetapan eksekusi dilakukan dengan dihadiri pihak kepolisian sebagai pengamanan di Sumatera Utara ini, pihak pengadilan dan kami sebagai kuasa hukum," sebutnya.
Dia juga menjelaskan dalam perkara sengketa ini penggugat tidak memiliki hubungan keluarga dengan tergugat dan hubungan kedua belah pihak hanya dalam konteks perkara. Kendati demikian, Oktaman mengakui bahwa tergugat I Margaret Br Sitorus dengan kliennya atau penggugat adalah ahli waris dari almarhum Ihut Kasianus Manurung.
"Dalam putusan pengadilan, istri pertama (tergugat I) membuat surat keterangan tanah (SKT) yang menjadi alas untuk membuat sertifikat objek perkara, dan sudah dinyatakan tidak sah dan tidak punya kekuatan hukum. Maka segala sesuatu surat yang terbit berdasarkan SKT yang tidak punya kekuatan hukum yang tidak sah itu sudah dinyatakan tidak berlaku secara hukum," katanya.
Oktaman memamparkan penggugat adalah anak dari istri kedua Ihut Kasianus Manurung sebagai ahli waris yang mengalaskan hak surat ganti rugi tahun 1951 dan berdasarkan putusan pengadilan surat ganti rugi tersebut sudah berkekuatan hukum.
Berdasarkan putusan, lanjutnya, dengan Nomor: 79/Pdt.G/2006/PN.Mdn tanggal 15 Agustus 2007 dalam amarnya menyatakan sebidang tanah dan bangunan yang berada di atasnya adalah boedel warisan dari almarhum Ihut Kasianus Manurung.
Editor : Odi Siregar
Artikel Terkait